Jakarta, CNN Indonesia -- Persoalan sampah plastik di laut kembali menjadi sorotan dunia saat sebanyak 30 kantong plastik dan sampah plastik lainnya ditemukan dalam perut paus berparuh
cuvier di perairan Norwegia, beberapa waktu lalu.
Temuan sampah plastik itu mencerminkan betapa sampah plastik di lautan pada saat ini telah menjadi satu dari sekian banyak masalah serius yang harus segera diatasi oleh negara-negara yang memiliki laut dan garis pantai, termasuk Indonesia.
Hal ini juga berlaku bagi Indonesia. Sebagai negara kepulauan dengan ratusan garis pantai, tentu akan sangat mengerikan bagi wisatawan saat mendapati dirinya berjalan-jalan di pantai yang penuh dengan plastik sampah. Sayangnya, itulah yang terjadi di Indonesia.
Sampah plastik di pesisir laut Indonesia membuat pemerintah semakin serius untuk mengatasinya. Pemerintah menargetkan mengurangi sampah plastik hingga 70 persen pada akhir 2025 mendatang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pemerintah akan memberikan pembiayaan hingga Rp1 miliar dollar AS per tahun untuk mengurangi sampah di laut," kata Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan dalam siaran pers, Kamis kemarin (23/2).
Target yang ambisius itu sangat bisa dipahami. Pasalnya, sampah plastik di laut bukan hanya mengancam keindahan pesisir pantai bagi wisatawan, melainkan juga mengancam kehidupan ikan, mamalia, burung laut, bahkan terumbu karang.
Luhut mengatakan, ikan-ikan yang memakan sampah plastik ini akan berbahaya untuk keberlanjutan industri perikanan yang pada akhirnya bisa berimbas pada pertumbuhan ekonomi masyarakat.
"Masalah sampah ini saling kait-mengait antara satu dengan yang lain, dari mulai kesehatan, wisata, hingga pertumbuhan ekonomi," kata dia.
Masyarakat kata Luhut, akan terkena dampak negatif dari segi ekonomi. Nelayan misalnya akan sulit mendapatkan ikan, bahkan budidaya rumput laut tidak akan berhasil jika lautnya tercemar sampah plastik.
Efek Pertumbuhan EkonomiDirektur Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Pesisir dan Laut (PPKPL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Heru Waluyo mengatakan, Indonesia hingga akhir tahun 2016 lalu tercatat sebagai kontributor sampah plastik di laut urutan kedua terbesar di dunia.
Sementara dari data yang dihimpun CNNIndonesia.com, setiap tahunnya Indonesia rata-rata menyumbang 3,2 juta ton sampah plastik. Indonesia hanya kalah dari China, penyumbang sampah plastik terbesar di dunia yang menghasilkan 8,8 juta ton sampah plastik per tahun.
Heru khawatir terhadap fakta tersebut lantaran saat menjadi sampah, bahan plastik membutuhkan waktu sangat lama untuk diurai.
Persoalannya adalah, sampah plastik sulit dihindari bagi negara-negara yang perekonomiannya sedang mengalami pertumbuhan cukup baik.
Heru menyadari itu. Ia mengakui bahwa negara penyumbang sampah plastik biasanya adalah negara yang memiliki pertumbuhan ekonomi cukup baik seperti Indonesia.
"Pertumbuhan ekonomi yang cukup baik secara langsung meningkatkan penggunaan plastik di masyarakat untuk menunjang berbagai aktivitas," kata Heru.
Sampah plastik memang menjadi persoalan yang sangat dilematis jika dihadapkan dengan pertumbuhan ekonomi.
Di satu sisi, sampah plastik merupakan ekses tak terhindarkan dari pertumbuhan ekonomi. Namun di sisi lain sampah plastik juga bisa mengancam perekonomian masyarakat. Pada titik ini, pemerintah dituntut untuk bisa bersikap tegas sekaligus cerdas, memberantas sampah plastik tanpa harus mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi.
(wis/yul)