Jakarta, CNN Indonesia -- Dewan Perwakilan Rakyat berencana membentuk hak angket dalam kasus dugaan korupsi proyek Kartu Tanda Penduduk elektronik di Kementerian Dalam Negeri tahun anggaran 2011-2012 sebesar Rp2,3 triliun.
Wakil Ketua DPR dari Fraksi Demokrat Agus Hermanto mengatakan, pembentukan hak angket merupakan hak setiap anggota DPR. Menurutnya, pembentukan hak angket kasus korupsi e-KTP masih sebatas wacana.
“Hak angket itu yang mempunyai kewenangan anggota DPR. Kami sebagai pimpinan hanya bertugas melaksanakan administrasi,” ujar Agus di Gedung DPR, Jakarta, Senin (13/3).
Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MRP, DPR, DPD, dan DPRD disebutkan hak angket harus diusulkan oleh paling sedikit 25 anggota dan lebih dari satu fraksi. Nantinya, jika paripurna menerima usulan hak angketi itu, DPR akan membentuk panitia dari semua unsur fraksi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara, jika usulan hak angket ditolak, DPR tidak dapat mengajukan kembali usulan pembentukan tersebut. Hak angket sendiri merupakan sebuah hak yang dimiliki DPR untuk melakukan penyelidikan atas sebuah kebijakan yang berkaitan dengan pelaksanaan suatu UU dalam kebijakan pemerintah.
Agus pribadi menganggap hak angket dalam kasus e-KTP memang sebuah hal yang mendesak. Akan tetapi ia mengaku belum bisa memastikan apakah wacana tersebut akan terealisasi atau tidak.
“Sekali lagi bahwa kami ketahui ini sangat penting. Namun apakah ini dengan harus dengan hak angket kami lihat bagaimana efektivitasnya. Yang jelas itu adalah hak yang ada pada anggota dewan,” ujarnya.
Di sisi lain, Agus mengklaim, Dewan Pimpinan Pusat Demokrat telah meminta klarifikasi kepada sejumlah anggotanya yang diduga menerima uang hasil korupsi proyek e-KTP. Ia meyakini, tudingan penerimaan itu tidak benar.
Oleh karena itu, ia meminta publik untuk mengedepankan asas praduga tidak bersalah dan tidak memukul rata anggota DPR dalam kasus tersebut.
“Saya yakini bahwa Partai Demokrat tidak sama sekali terkait dengan penyelewengan e-KTP ini,” ujar Ahmad.
Untuk diketahui, sebanyak 26 anggota DPR masuk dalam dakwaan kasus dugaan korupsi e-KTP atas dua terdakwa mantan pejabat Kemdagri, yaitu Irman dan Sugiharto. Dalam dakwaan itu, sejumlah anggota DPR yang duduk di Komisi II dan Badan Anggaran DPR periode 2009-2014 ditengarai menerim aliran dana korupsi e-KTP.
Dalam persidangan terungkap nama-nama besar yang diduga menerima uang, seperti Setya Novanto, Gamawan Fauzi, Gandjar Pranowo, Olly Dondokambey, Marzuki Alie, Ade Komaruddin, hingga Yasonna Laoly.
Proyek pengadaan e-KTP diketahui menggunakan uang negara sebesar Rp5,9 triliun. Berdasarkan hitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) atas penyelidikan KPK, terdapat dugaan korupsi sekitar Rp2,3 triliun dalam proyek tersebut.
KPK telah menyita uang sebesar Rp247 miliar terkait kasus korupsi proyek e-KTP. Uang sitaan ini diperoleh dari hasil penyidikan kasus e-KTP selama tahun 2016 dalam bentuk tiga mata uang yakni Rp206,95 miliar, Sin$1.132, dan US$3,036 juta. Apabila dihitung dengan kurs rupiah, jumlahnya setara dengan Rp247 miliar.
KPK sebelumnya juga telah menerima pengembalian kerugian negara dari proyek pengadaan e-KTP senilai Rp250 miliar. Sumber pengembalian itu berasal dari perseorangan, termasuk 14 anggota DPR dan pihak vendor pengadaan alat e-KTP.