Jakarta, CNN Indonesia -- Nama Andi Agustinus alias Andi Narogong mencuat dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan e-KTP, yang merugikan negara hingga Rp2,3 triliun. Dia disebut sebagai pengatur proyek ambisius yang menelan anggaran Rp5,9 triliun.
Sebelum terseret kasus dugaan korupsi, Andi merupakan pengusaha yang merintis usahanya dari nol. Ia mengikuti jejak orangtuanya yang berjualan alat-alat listrik di Jalan Narogong, Bekasi.
Salah seorang masyarakat di wilayah itu menyebutkan, dari usaha di Jalan Narogong itu, kemudian Andi Agustinus lebih dikenal dengan panggilan Andi Narogong.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari penelusuran CNNIndonesia.com, Andi menghabiskan masa kecilnya di Bogor, Jawa Barat. Ia pernah mengenyam pendidikan sekolah menengah analisis kimia di Bogor, tapi tak selesai. Pria yang lahir pada 24 Agustus 1973 itu kemudian membuat CV Wijaya Kusuma, yang bergerak di bidang karoseri.
Setelah usaha berjalan mulus dan terus berkembang, pada 2009, Andi kemudian mendirikan PT Cahaya Wijaya Kusuma. Usahanya meluas, dari percetakan hingga sablon. Lewat perusahaannya itulah, beberapa kali Andi mengerjakan proyek di Kementerian Dalam Negeri, meski hanya sebagai subkontraktor.
Usaha Andi pun terus tumbuh pesat. Keuletannya dan kepiawaiannya, membuat ia kenal dengan sejumlah pejabat dan politisi. Ketua DPR, Setya Novanto mengakui bila dirinya mengenal Andi. Setya mengaku pernah menjalin bisnis dengan Andi, dalam pemesanan sablon baju untuk Partai Golkar.
"Ya kalau Andi saya pernah ketemu. (Pertemuan) itu dalam kapasitas jual beli kaos waktu saya selaku bendahara umum (partai Golkar)," ujar Setya di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (8/3).
Saat megaproyek e-KTP ini bergulir, Setya merupakan Bendahara Umum Partai Golkar dan juga Ketua Fraksi Golkar di DPR. Tak hanya pernah menjalin bisnis dengan Setya, Andi juga sudah cukup dekat dengan mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri Diah Anggraini.
Andi pun lantas dikenalkan oleh Diah kepada Irman, mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri.
Kuasa hukum Irman, Soesilo Aribowo menceritakan awal pertemuan kliennya dengan Andi. Soesilo mengatakan, Andi memang kenal terlebih dahulu dengan Diah. Setelah itu barulah Andi bertandang ke kantor kliennya di Ditjen Dukcapil, Kalibata, Jakarta Selatan.
"Setahu saya Pak Andi yang semula datang ke kantor Pak Irman di Dukcapil, waktunya aku lupa," kata Soesilo kepada CNNIndonesia.com, Rabu (29/3).
Andi pun dipercaya mengurus megaproyek era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono setelah adanya rapat antara Kemendagri dengan Komisi II DPR. Burhanudin Napitupulu, ketika itu Ketua Komisi II menyatakan bahwa Andi yang akan mengurus proyek yang belakangan diketahui menjadi bancakan bersama-sama.
Perjalanan Andi mengatur proyek e-KTP pun dimulai dari sini. Berdasarkan surat dakwaan Irman dan Sugiharto, mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) Ditjen Dukcapil Kemendagri, Andi bergerilya melakukan pertemuan, mulai dari Setya Novanto, Diah, Irman dan Sugiharto.
Setelah Setya komit akan 'mengawal' proyek e-KTP agar bisa sukses dan berjalan lancar. Untuk memastikan proyek e-KTP ini mulus di DPR, Andi pun mendekati mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dan mantan Bendahara Umum Demokrat Muhammad Nazaruddin. Andi, Setya, Anas dan Nazaruddin bertemu dan bersepakat.
Berdasarkan dakwaan Irman dan Sugiharto, lahir kesepakatan di antara keempatnya bahwa anggaran e-KTP sebesar Rp5,9 triliun setelah dipotong pajak sebesar 11,5 persen, hanya 51 persennya atau Rp2,6 triliun digunakan untuk belanja modal atau belanja rill pembiayaan proyek. Sedangkan separuhnya sebesar 49 persen atau senilai Rp2,5 triliun dibagi-bagi ke sejumlah pihak.
Mereka berempat sepakat, pejabat Kemendagri, termasuk Irman dan Sugiharto mendapat jatah tujuh persen atau sejumlah Rp365,4 miliar, anggota Komisi II DPR sebesar lima persen atau Rp261 miliar.
Kemudian Setya dan Andi dapat sebesar 11 persen atau Rp574,2 miliar. Sementara itu, Anas dan Nazaruddin sebesar 11 persen atau Rp574,2 miliar. Selanjutnya, sebesar 15 persen atau sejumlah Rp783 miliar dibagikan kepada pelaksana pekerjaan atau rekanan.
Setelah ada kesepakatan ini, Andi terus bergerak. Selain menjadi "Santa Claus' pembagi uang ke sejumlah anggota DPR, pejabat Kemendagri, dan perusahaan pengerja proyek, Andi juga mengatur perusahaan yang menenangkan tender e-KTP.
Sejak jauh hari sebelum lelang dilakukan, Andi mengatur agar Konsorsium PNRI yang menjadi pemenang tender e-KTP. Konsorsium PNRI itu terdiri dari Perum PNRI, PT Len Industri, PT Quadra Solution, PT Sucofindo, PT Sandipala Artha Putra.
Agar praktik lancungnya tak terendus, Andi mengakalinya dengan melibatkan Konsorsium Murakabi dan Astragraphia dalam tender tersebut. Namun, dua perusahaan itu hanya jadi penggembira semata.
Langkah Andi sudah terhenti saat ini. Setelah lebih dulu dicegah pergi ke luar Indonesia, Andi dicokok petugas KPK di bilangan Jakarta Selatan, Kamis (23/3). Usai diperiksa intensif, status Andi dinaikan menjadi tersangka proyek e-KTP. Ia kini mendekam di Rutan KPK.
Kini Andi harus mempertanggungjawabkan perbuatannya dalam dugaan korupsi e-KTP, yang menjadi kasus dengan jumlah kerugian negara terbesar yang dipegang KPK.