Jakarta, CNN Indonesia -- Terdakwa Ramapanicker Rajamohanan Nair akan menghadapi tuntutan dalam sidang lanjutan kasus suap pajak hari ini (3/4) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta. Country Director PT EK Prima Ekspor Indonesia (EKP) ini didakwa menyuap pejabat Direktorat Jenderal Pajak Handang Soekarno sebesar Rp1,9 miliar terkait permasalahan pajak perusahaannya.
Kuasa hukum Rajamohanan, Samsul Huda berharap jaksa menuntut kliennya dengan hukuman serendah-rendahnya. Pasalnya, PT EKP sejak awal tak memiliki masalah perpajakan. Masalah itu, menurut Samsul, baru muncul pasca penerbitan Surat Tagihan Pajak dan Pajak Pertambahan Nilai (STP PPN).
"Masalah baru muncul setelah keluarnya STP PPN yang luar biasa besar dan tidak berdasar itu. Faktanya kemudian STP PPN itu dibatalkan Kanwil Pajak DKI Jakarta," kata Samsul kepada CNNIndonesia.com
Meski demikian, Samsul mengaku Rajamohanan sudah terlanjur menyuap Handang untuk mempercepat proses penyelesaian pajak tersebut. Ia meminta jaksa mempertimbangkan fakta tersebut untuk meringankan hukuman bagi kliennya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Harapan kami semoga jaksa menuntut serendah-rendahnya dengan melihat fakta hukum yang terang benderang," katanya.
Dalam sidang pemeriksaan terdakwa, Rajamohanan mengaku terpaksa memberikan uang pada Handang karena merasa terdesak dengan permasalahan pajak senilai Rp78 miliar yang menjerat perusahaannya. Di sisi lain, Rajamohanan hanya memiliki waktu 30 hari untuk menyelesaikan permasalahan pajak tersebut.
Di hadapan majelis hakim, Rajamohanan mengaku menyesal dan mengetahui bahwa perbuatannya tak benar. Pemberian uang itu, kata dia, bermula ketika Handang menyanggupi untuk menyelesaikan permasalahan pajak yang menjerat PT EKP.
Dalam pertemuan di sebuah hotel di Jakarta, Handang meminta fee sebesar 10 persen atau Rp5 miliar dari jumlah tagihan pajak. Menurut Rajamohanan, Handang juga meminta tambahan bunga sebesar Rp1 miliar. Ia kemudian memberikan uang itu secara bertahap dengan jumlah awal sebesar Rp1,9 miliar. Uang tersebut kemudian menjadi bukti operasi tangkap tangan oleh KPK pada November 2016.