Jakarta, CNN Indonesia -- Puluhan warga RW 12 Manggarai, Jakarta Selatan mendatangi kantor Ombudsman, Jakarta. Mereka mengadukan PT Kereta Api Indonesia (KAI) yang tidak melibatkan warga terkait rencana penggusuran dalam proyek Double Double Track (DDT) jurusan Manggarai-Bandara Soekarno Hatta.
"Ombudsman sebagai salah satu lembaga negara kami anggap bisa memfasilitasi kami dalam hal melihat apakah benar ada suatu maladministrasi," kata Sadarajab alias Daeng selaku koordinator warga di kantor Ombudsman, Jakarta, Jumat (7/4).
Sebelumnya, warga Manggarai sempat mengadukan PT KAI ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dalam perkara yang sama.
Warga Manggarai kecewa dengan KAI yang tidak transparan perihal anggaran pelaksanaan, perizinan,
master plan, amdal, serta penyusunan studi kelayakan biaya tanah secara keseluruhan dalam studi kelayakan. Mereka menyatakan perlu mengetahui hal itu karena bakal terdampak langsung pembangunan proyek DDT.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sadarajab mengatakan, beberapa warga setempat sempat dilarikan ke rumah sakit karena kaget tempat tinggalnya akan dibongkar pada 9 April mendatang.
"Ibu-ibu kan bisa gampang kena sakit jantung, sakit hati. Banyak yang ketika datang surat (penggusuran) itu, langsung masuk rumah sakit," kata Sadarajab.
Komisioner Ombudsman Adrianus Meliala mengatakan akan segera menindaklanjuti aduan warga Manggarai. Menurutnya, dalam dua hingga tiga hari lagi Ombudsman akan memanggil KAI untuk mengonfirmasi aduan warga Manggarai.
Ombudsman juga berencana mencegah KAI untuk melakukan pembongkaran pada 9 April nanti sampai semua pihak tidak ada yang merasa dirugikan.
"Ya, kami berharap (KAI) jangan coba-coba dong. Itu kan masih ada orang. Orangnya belum pindah," kata Adrianus.
Terkait rencana penggusuran itu, warga Manggarai menyatakan tak menerima sosialisasi dari KAI. Selain itu, warga juga mendapat intimidasi untuk menandatangani dokumen tertentu terkait dengan rencana penggusuran tersebut.
Di sisi lain, KAI berkukuh menggusur sebagian warga Manggarai dengan nilai kompensasi Rp250 ribu untuk bangunan permanen, dan Rp200 ribu untuk bangunan non-permanen.