Jakarta, CNN Indonesia -- Indonesia Corruption Watch (ICW) mempertanyakan rencana hak angket Dewan Perwakilan Rakyat pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait rekaman pemeriksaan Miryam S Haryani dalam kasus korupsi e-KTP. Selain dinilai salah sasaran, rencana ini disebut bisa menggangu upaya penegakan hukum.
Peneliti ICW Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan, Lalola Easter mengatakan, hak angket yang dimiliki anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tidak bisa digunakan untuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Menurutnya, hak angket hanya bisa dipakai untuk menyelidiki pelaksanaan undang-undang serta kebijakan pemerintah. Sementara KPK adalah lembaga negara non pemerintah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mekanisme
check and balance-nya KPK itu bukan di DPR, tapi di persidangan, karena dia aparat penegak hukum," tutur Lalola di Kantor ICW, Kalibata, Jakarta (23/4).
Lalola mempertanyakan pemahaman anggota DPR tentang hak angket. Dia menduga justru anggota DPR tidak mengerti mekanisme penggunaan hak untuk menyelidiki itu.
Hak angket adalah salah hak DPR untuk menyelidiki pelaksanaan suatu undang-undang/kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat.
"Objeknya enggak pas. Jangan-jangan DPR nya sendiri enggak paham
exercise (mekanisme pelaksanaan) hak angket," kata Lalola.
Karena itu menurutnya, DPR telah melakukan blunder karena berencana menggunakan hak angket kepada KPK. Blunder tersebut, tutur Lalola, membuat masyarakat menjadi berasumsi bahwa ada kepentingan politik dari rencana pengguliran hak angket.
"Proses hukumnya kan lagi berjalan. Kok malah mengganggu proses hukum, itu yang bikin kami curiga," ujarnya.
Komisi III DPR berencana menggunakan hak angket kepada KPK agar membuka rekaman pemeriksaan Miryam yang telah dijadikan tersangka oleh KPK. Miryam dituding memberikan kesaksian palsu di sidang kasus korupsi e-KTP.
Usulan hak angket itu muncul usai DPR mengadakan Rapat Dengar Pendapat dengan KPK beberapa minggu lalu. Beberapa fraksi dan pimpinan DPR mendukung rencana tersebut. Namun hingga kini, pimpinan DPR belum menerima permohonan penggunaan hak angket secara resmi dari Komisi III untuk dibahas di paripurna.