Jalan Gelap Antasari Azhar Mengungkap Skandal Mega BLBI

CNN Indonesia
Selasa, 25 Apr 2017 18:10 WIB
KPK menelisik kasus korupsi BLBI di bawah kepemimpinan Antasari Azhar, namun belum tuntas. Kini, lembaga antikorupsi itu membuka tabir gelap korupsi mega itu.
KPK menelisik kasus korupsi BLBI di bawah kepemimpinan Antasari Azhar, namun belum tuntas. Kini, lembaga antikorupsi itu membuka tabir gelap korupsi mega itu. (CNN Indonesia/Andry Novelino)
Jakarta, CNN Indonesia --
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menunggu sampai dua kali berganti pimpinan, hingga akhirnya meningkatkan penyelidikan penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) ke penyidikan, Selasa (25/4).

Peningkatan status tersebut ditandai dengan penetapan tersangka Syafruddin Temenggung menjadi tersangka. Dia ditetapkan tersangka karena diduga merugikan negara berkaitan dengan Surat Keterangan Lunas kepada BDNI milik Sjamsul Nursalim. 
Proses penyelidikan SKL yang diberikan kepada sejumlah pengusaha itu dimulai sekitar April 2013. Ketika itu mantan Menteri Koordinator Bidang‎ Ekonomi, Keuangan dan Industri, Kwik Kian Gie dimintai keterangannya.

Tak hanya Kwik, tapi ada pula mantan pejabat lainnya.
Mereka adalah mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Rizal Ramli; mantan Menteri BUMN Laksamana Sukardi; dan Menteri Koordinator Perekonomian era Megawati Soekarnoputri, Dorodjatun Kuntjorojakti juga diambil keterangannya. 
Mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), I Gde Putu Ary Suta dan Syafruddin Temenggung dan mantan Kepala Biro di BPPN, Achiran Pandu Djajanto juga tak luput untuk dimintai keterangannya. 
Penyelidikan 'surat sakti' ke pengemplang BLBI sebenarnya sudah terendus sejak kepemimpinan Antasari Azhar yang hanya memimpin 2007-2009.
Saat itu, KPK menangkap tangan Ketua Tim Penyelidik Kejaksaan Agung dalam mengusut SKL BLBI BDNI, Urip Tri Gunawan. Namun, penanganan itu terhenti karena Antasari terjerat kasus pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran pada 2009. Dia dihukum 18 tahun penjara, dan akhirnya dibebaskan bersyarat pada November 2016.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Urip saat itu menerima suap dari kerabat Sjamsul Nursalim, Artalyta Suryani alias Ayin sebesar US$660 ribu setara Rp6,1 miliar.
Urip dicokok, berselang beberapa hari setelah pihak Gedung Bundar menyatakan tak ada unsur pidana dalam penerbitan SKL BLBI untuk BDNI dan BCA. Sehingga, Kejagung, lewat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kemas Yahya Rahman memutuskan menghentikan penyelidikan itu. 

Di bawah kepemimpinan Abraham Samad, lembaga antirasuah terus mengintensifkan penyelidikan. Bahkan, Samad di pertengahan 2014, melontarkan pernyataan bahwa pihaknya tak menutup kemungkinan bakal memeriksa Megawati dalam mengusut SKL BLBI. 

Abraham Samad menyatakan KPK mungkin akan memeriksa Megawati Soekarnoputri terkait dengan BLBIAbraham Samad menyatakan KPK mungkin akan memeriksa Megawati Soekarnoputri terkait dengan BLBI (CNN Indonesia/Andry Novelino).
Puncaknya, pada Desember 2014, menteri-menteri era Gus Dur dan Megawati mondar-mandir ke Gedung KPK. Mereka diantaranya Laksamana Sukardi, Dorodjatun hingga Rizal Ramli. Menjelang tutup tahun ketika itu, Samad menyatakan bahwa kasus penerbitan SKL BLBI jadi fokus pihaknya di 2015.
Sayangnya, niatan menuntaskan penyelidikan penerbitan SKL BLBI itu urung terlaksana oleh pimpinan KPK Jilid III. Pasalnya, Samad dan Bambang Widjojanto menjadi target kriminalisasi, usai menetapkan Budi Gunawan, yang ditunjuk Presiden Joko Widodo menjadi Kapolri di awal 2015.
KPK tampak pincang. Samad dan Bambang pun dicongkel, dengan menonaktifkannya menjadi pimpinan KPK.

Taufiequrachman Ruki, Indriyanto Seno Adji dan Johan Budi SP diangkat menjadi pelaksana tugas sementara sampai periode Jilid III habis di Desember 2015.
Pergantian tersebut pun tak memberikan dampak signifikan dalam kelanjutan penyelidikan penerbitan SKL BLBI. Kelanjutan kasus tersebut hampir tak terdengar lagi sepanjang tahun 'kriminalisasi KPK' itu.

KPK ketika itu, fokus dalam konsolidasi internal setelah 'diserang' dari segala lini. 

Setelah berganti pimpinan KPK, ke tangan Agus Rahardjo, Saut Situmorang, Alexander Marwata, Basaria Panjaitan dan Laode M Syarif, penyelidikan penerbitan SKL BLBI ini pun menemui setitik harapan. 

Ketua KPK, Agus Rahardjo, usai meresmikan gedung baru 'markas' KPK pada Desember 2015 berjanji terus mengusut kasus tersebut sepanjang ada bukti-bukti yang memadai. Meskipun, pada akhirnya selama 2016, penyelidikan SKL BLBI ini tak muncul ke publik mengenai kelanjutannya. 
Akhirnya, pada April 2017, penyelidikan penerbitan SKL BLBI, salah satunya untuk BDNI menemui titik terang. Lembaga antirasuah itu memutuskan untuk menaikan status penyelidikan kasus tersebut ke tingkat penyidikan.

Menaikan status ke penyidikan, menandai adanya pihak-pihak yang ditetapkan sebagai tersangka untuk diminta pertanggungjawabannya secara hukum.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER