Jakarta, CNN Indonesia -- Rapat Panitia Khusus RUU Penyelenggaraan Pemilu dengan pemerintah telah menyepakati dua isu krusial yang sebelumnya ada di dalam RUU tersebut.
Dua isu yang disepakati lewat musyawarah tersebut adalah soal syarat pemilih, serta status Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu.
Kesepakatan pertama dalam rapat tersebut, Pansus RUU Pemilu menyepakati syarat pemilih adalah berusia 17 tahun dan atau sudah pernah kawin. Syarat tersebut merupakan draft yang diajukan oleh pemerintah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi kita putuskan, syarat pemilih adalah warga negara Indonesia yang telah genap berusia 17 tahun, berumur di atas 17 tahun atau sudah pernah kawin," ujar Ketua Pansus RUU Pemilu Lukman Edy di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (23/5).
Keputusan syarat pemilih tersebut berdasarkan kesepakatan dari sembilan fraksi. Hanya fraksi NasDem yang menyatakan menolak dengan kesepakatan itu.
Anggota Komisi II DPR Fraksi Nasdem Johnny G. Plate mengatakan, NasDem mendesak agar frasa 'sudah pernah kawin' untuk dihilangkan.
Johnny menilai frasa tersebut akan menggangu pembangunan perempuan dan anak-anak di masa depan.
"Kami lebih setuju hanya umur saja ukurannya tanpa ada syarat sudah pernah nikah atau tidak pernah menikah," ujar Johnny.
Sementara itu, terkait dengan status KPU dan Bawaslu, pansus RUU Pemilu menyepakati bersifat permanen. Namun, keputusan itu dengan catatan sebagaimana yang diajukan oleh fraksi PDIP.
"KPU permanen dan Bawaslu permanen," ujar Lukman sambil mengetok palu.
Dalam pandangannya, anggota Komisi II DPR fraksi PDIP Arif Wibowo menyatakan KPU dan Bawaslu seharusnya bersifat ad hoc.
Pasalnya, masa kerja kedua penyelenggara pemilu tersebut hanya terjadi ketika proses pemilu akan diselenggarakan dan beberapa saat setelah pemilu dilaksanakan.
Arif mencontohkan, pada tahun 2024 akan berlangsung dua kali pemilu. Ia berkata, keseluruhan tahapan hingga sengketa ke MK hanya berlangsung selama dua tahun, yakni 2023 dan 2024.
"Yang tiga tahun ngapain mereka? Tiga tahun kita gaji buta itu. Ini tidak logis. Makanya yang permanen dan tidak, kita pikirkan," ujar Arif.
Kepastian 'Serentak'Dalam kesempatan yang sama, Mendagri Tjaho Kumolo menyampaikan pemerintah mendesak DPR memastikan maksud dari frasa 'serentak'.
Ia berkata, kepastian atas frasa tersebut agar tidak menggagu KPU dalam menyusun PKPU.
"Pengertian serentak itu bagaimana? Apakah tahun, tanggal, dan jam bagaimana," ujar Tjahjo di Gedung DPR, Jakarta.
Tjahjo berkata, dalam proses verifikasi partai, pemerintah tetap pada draft yang diajukan, yakni tidak perlu ada verifikasi bagi partai yang pernah ikut pemilu tahun 2014 dan partai baru yang telah terdaftar di Kemkumham.
Khusus untuk jumlah kursi, pemerintah tetap pada usulannya, yakni menambah lima kursi di DPR. Ia berkata, penambahan kursi dilakukan di Kalimantan Utara, Riau, dan Kepulauan Riau.
"Pemerintah lima, teman-teman bisa lebih dari sepuluh. Saya serahkan kepada teman-teman sekalian bagaimana komprominya," ujarnya.
Lebih lanjut, Tjahjo menegaskan, pemerintah juga mengharapkan parliamentary threshold minimal 3,5 persen. Ia berkata, batas tersebut untuk meningkatkan kualitas demokrasi dan memperkuat sistem presidensial.
"3,5 persen mau dinaikan berapapun kami ikut. Mau 4 atau 5 kah komprominya kami serahkan pada kesepakatan di sini," ujarnya.
Lebih dari itu, ia juga menyampikan, pemerintah mengharapkan presidential threshold sebesar 20 sampai 25 persen. Ia berkata, besaran tersebut sebagai tolak ukur bagi partai dalam mencalonkan presiden ke depan.
"Bagi pemerintah harus teruji partai yang mengusung calon presiden atau wapresnya harus diuji berapa persen dapat suara di pemilunya," ujarnya.