Jakarta, CNN Indonesia -- Polisi mengibaratkan teroris seperti pedagang mercon dan minuman keras (miras) yang selalu kabur dan menghindar bila dirazia polisi. Mereka akan muncul kembali setelah polisi pergi.
"Seperti orang berjualan mercon, itu polisi datang dia pergi lalu jualan lagi. Miras (minuman keras) juga sama," kata Argo di Polda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (26/5).
Argo mengatakan, aksi bom bunuh diri merupakan suatu operasi yang dikendalikan oleh jaringan tertentu. Meski polisi kerap melakukan operasi, jaringan teroris lebih lihai menggunakan kesempatan untuk menyerang.
Sebab itu, dia menolak bila polisi disebut lengah dan kecolongan saat ledakan bom bunuh diri di Halte Busway Transjakarta, Terminal Kampung Melayu, Jakarta Timur, dua hari lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Argo, perlu kerja sama warga untuk menangkal jaringan teroris. Dia menyebut warga harus menginformasikan setiap saat kepada polisi jika menemukan hal yang patut dicurigai.
"Jadi, tanpa adanya dukungan masyarakat polisi tak ada apa apanya," ucap Argo.
Argo mengajak warga tak perlu takut dengan insiden bom bunuh diri di Kampung Melayu. Polisi, kata dia, akan meningkatkan keamanan di lokasi-lokasi strategis dan melakukan operasi secara rutin.
"Nanti juga dari semua Polres, Sabhara Polda juga akan dilibatkan dalam kegiatan patroli untuk mengantisipasi agar kejadian tak terulang lagi," ujar Argo.
Terkait bom bunuh diri itu, Tim Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri sebelumnya telah menangkap tiga orang rekan pelaku peledakan bom itu.
Ketiganya berinisial JIS, WS alias Masuit, dan A alias Abu Dafa.
Polisi sendiri menduga aksi bom bunuh diri di Kampung Melayu terkait jaringan Jamaah Anshar Daulah (JAD). Hal itu terlihat dari kesamaan pola serangan yang menyasar pada kepolisian.