Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah dipercaya ikut andil terkait hak-hak perempuan yang banyak terenggut setelah munculnya konflik perebutan hutan dan lahan adat di beberapa daerah di Indonesia.
Hal ini disampaikan oleh Sekretaris Jendral Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Rukka Sombolinggi. Dia menyebut, tak ada sama sekali usaha yang dilakukan oleh pemerintah untuk memberikan perlindungan secara hukum terhadap masyarakat adat yang hidup di daerah pedalaman.
"Konstitusi tidak ada yang secara spesifik melindungi perempuan adat,
frame work dari undang-undang yang ada justru tidak bisa melindungi perempuan yang hidup jauh di pedalaman sana yang tidak terjamah oleh teknologi dan infrastruktur lainnya," kata Rukka kepada
CNNIndonesia.com di kawasan Senayan, Jakarta, Jumat (27/5).
Sebaliknya, menurut Rukka, konstitusi dan aturan hukum yang diciptakan oleh Pemerintah saat ini justru lebih banyak tertuju pada pembangunan fisik tanpa melihat nasib para perempuan adat yang telah hidup puluhan tahun dengan memanfaatkan hutan adat mereka.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Akibatnya, ketika pihak korporasi menjamah lahan dan hutan tempat tinggal masyarakat adat ini, para perempuan itu pun secara keseluruhan telah kehilangan bukan hanya mata pencaharian mereka, tapi juga tempat hidup.
"Pada akhirnya urbanisasi ke kota besar, pekerjaan serabutan, tidak jelas, bahkan tidak sedikit yang menggantungkan diri menjadi pekerja seks," kata dia.
Oleh karena itu, Rukka menyebut seharusnya pemerintah saat ini tidak hanya terfokus dengan membuat peraturan Undang-Undang untuk memperkuat pembangunan infrastruktur, namun juga mementingkan kepentingan masyarakat adat atas hak hutan yang telah mereka lindungi.
Misalnya, menurut Rukka, pemerintah mulai berpikir dan merencanakan pembuatan peraturan terkait kepemilikan dan perlindungan atas hutan adat yang juga mencangkup perlindungan terhadap masyarakat adat.
"Dan bukan aturan yang isi kalimatnya bersayap dan menimbulkan
mispersepsi ketika akan digunakan," kata Rukka.