Jakarta, CNN Indonesia -- Mungkin sebagian orang bertanya-tanya, bagaimana Garuda Pancasila akhirnya ditetapkan sebagai lambang negara?
Ada rangkaian proses yang relatif tak sebentar terkait dengan pertanyaan tersebut. Salah satunya diterangkan oleh Kementerian Luar Negeri.
Dalam situs resminya disebutkan, proses pembuatan lambang negara Indonesia dimulai setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945. Kemudian pada 16 November 1945 dibentuk Panitia Indonesia Raya, yang diketuai oleh Ki Hajar Dewantara dan Muhammad Yamin menjadi sekretaris umum.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Panitia tersebut bertugas untuk menyelidiki arti lambang-lambang dalam peradaban bangsa Indonesia. Hal tersebut dilakukan sebagai langkah awal untuk kajian tentang lambang negara.
Pada 30 Desember 1949, Sultan Hamid II diangkat menjadi menteri negara tanpa portofolio melalui keputusan presiden (Keppres) Republik Indonesia Serikat Nomor 2. Pengangkatan Sultan Hamid II tersebut dilakukan untuk melakukan perancangan lambang negara dan menyiapkan gedung parlemen RIS
Dalam sidang kabinet RIS kedua pada 10 Januari 1950, dibentuk Panitia Lambang Negara yang diketuai oleh Muhammad Yamin. Kemudian diadakan sayembara rancangan lambang negara yang dilakukan oleh pemerintah di bawah kementerian penerangan.
Dalam sayembara perancangan lambang negara tersebut, Menteri Penerangan mengumumkan ada dua kandidat rancangan lambang negara. Yaitu rancangan Sultan Hamid II dan Muhammad Yamin.
Akhirnya rancangan Sultan Hamid II berhasil menyingkirkan rancangan milik Muhammad Yamin.
Dalam buku
Bung Hatta Menjawab, Bung Hatta mengatakan usulan dari Muhammad Yamin ditolak karena terdapat sinar-sinar matahari dan menampakkan sedikit banyak disengaja atau tidak memiliki pengaruh Jepang.
 Penetapan lambang Garuda Pancasila memiliki proses yang cukup lama. (ANTARA FOTO/Wahyu Putro A. |
"Dari panitia lambang saat itu, ada dua orang yang terpilih, sebetulnya ada banyak, terpilih Muhammad Yamin dan Sultan Hamid II. Yamin kalah karena ada warna-warni Jepangnya gitu," kata sejarawan Rushdy Hoesein kepada CNNIndonesia.com, Senin (28/5).
Rancangan awal yang dibuat oleh Sultan Hamid II adalah rancangan dengan bentuk dasar burung garuda yang memegang Perisai Pancasila. Dalam tulisan Turiman yang berjudul
Menelusuri Jejak Lambang Negara dijelaskan bahwa ide perisai Pancasila itu muncul saat Sultan Hamid II sedang merancang lambang negara dan teringat dengan ucapan Soekarno.
Pandangan yang dimaksud adalah hendaknya lambang negara bisa melambangkan pandangan bangsa dan dasar negara Indonesia.
Rancangan tersebut, kemudian disempurnakan dengan mendapatkan saran dari Ki Hajar Dewantara yang memberi masukan berupa gambar-gamabr sketsa garuda yang ada di berbagai candi di Jawa.
Sultan Hamid II kemudian membandingkannya dengan gambar garuda yang berasal dari luar Jawa, yang terdapat di berbagai simbol kerajaan. Perbandingan tersebut menjadi dasar untuk membuat sketsa lambang negara RIS 1950 tahap pertama.
Dalam rapat Panitia Lambang Negara yang berlangsung pada 8 februari 1950, sketsa lambang negara dari Sultan Hamid II masih mendapatkan beberapa revisi dari para angoota sehingga perlu dilakukan perbaikan kembali.
Sultan Hamid II menyerahkan hasil revisi terakhir rancangannya kepada Soekarno pada 10 Februari 1950. Kemudian pada 11 Februari 1950, lambang Garuda diresmikan sebagai lambang negara.
Memberikan JambulSoekarno pertama kali memperkenalkan lambang negara kepada publik pada 15 Februari 1950 di Hotel Des Indes, Jakarta.
Kemudian pada 20 februari 1950, lambang negara tersebut sudah terpasang di ruang sidang kabinet RIS yang berlangsung di Pejambon.
"Garuda Pancasila yang kini tegar sebagai lambang negara adalah penyempurnaan dari gagasan desain Sultan Hamid ll,” tutur Rushdy. “Setelah mengalami revisi di sana-sini maka Garuda Pancasila yang kita sekarang diresmikan pada 11 Februari 1950 sebagai lambang negara.”
Saat itu, lambang negara yang diperkenalkan adalah lambang Garuda yang masih berkepala gundul dan belum memiliki jambul. Namun, pada akhir Februari Soekarno memberikan saran agar menyempurnakan kepala gundul tersebut menjadi berjambul.
Sultan Hamid II kemudian menyempurnakan lambang negara tersebut sesuai dengan saran Soekarno. Awal Maret, Soekarno kembali memberikan saran agar cengkeram pita yang mulanya di belakang agar dibalik.
20 Maret 1950, gambar Garuda Pancasila dengan arah cengkeram menghadap ke depan mendapat persetujuan dari Soekarno.
Kemudian, Soekarno memerintah Dullah, si pelukis Istana, untuk melukis kembali gambar tersebut. Sultan Hamid kemudian kembali mendapat perintah dari Soekarno untuk menambah skala ukuran dan tata warna pada gambar lambang negara tersebut.
"Dullah melukis desain terakhir, karena waktu itu sudah resmi diresmikan pemanfaatannya, yang dibikin oleh Sultan Hamid II diperbaiki ada jambul, ada cengkeraman di depan," uajr Rushdy.
RIS akhirnya kembali menjadi Negara Kesaturan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1950 setelah gerakan mosi yang dilakukan oleh Mohammad Natsir, dan teman-temannya. 10 Juli 1951, Dewan menteri mengadakan rapat untuk membahas tentang pengaturan lambang negara berdasarkan pada pasal 3 ayat 3 UUDS 1950.
Presiden Soekarno dan Perdana Menteri Sukiman Wirjosandjojo kemudian menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Thun 1951 tentang Lambang Negara.
PP tersebut kemudian diundangkan oleh menteri kehakiman M. Nasroen dalam Lembaran Negara No 111 dan Tambahan Lembaran Negara No 176 Tahun 1951. Sejak itu, secara yuridis formal lambang Garuda Pancasila rancangan Sultan Hamid II resmi menjadi lambang negara
 Garuda juga diambil dari mitologi agama Hindu yakni kendaraan yang dipakai oleh Dewa Wisnu (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono) |
Mitologi Hindu
Menurut sejarawan Rusdhy Hoesein, munculnya simbol burung garuda berasal dari mitologi Hindu. Rushdy menyebut awalnya simbol banteng adalah simbol yang dekat dengan Indonesia.
"Kita punya lambang enggak pernah jauh dari banteng, berkali-kali dari zaman penjajahan pakai lambang banteng. Orang Belanda membuat lambang Hindia itu adalah kerbau, enggak tahu kenapa kerbau, sama Belanda dipantas-pantaskan itu melambangkan Hindia," kata Rushdy.
Rushdy menyebut ide garuda itu bisa dikatakan berasal dari cerita Airlangga atau Dewa Wisnu yang menaiki garuda sebagai kendaraannya. Selain itu, juga banyak gambar garuda yang terdapat di candi-candi di Indonesia.
"Awal mula dari cerita rakyat, tapi garuda sendiri kan bukan binatang hidup, enggak pernah ada, seperti mitos atau mitologi, karena itulah kita enggak pernah mengenal dalam kehidupan sebenarnya," ucap Rushdy.
Pada PP Nomor 66 Tahun 1951 tentang Lambang Negara, dalam penjelasan pasal 1 dikatakan bahwa mengambil gambaran hewan untuk lambang negara bukanlah barang yang ganjil.
Lukisan garuda diambil dari benda peradaban Indonesia, seperti hidup dalam mitologi dan kesusastraan Indonesia dan seperti pula tergambar pada beberapa candi sejak abad ke 6 sampai abad ke 16.
Kemudian dalam penjelasan pasal 3 juga dikatakan bahwa burung garuda yang digantungi perisai itu ialah lambang tenaga pembangunan seperti dikenal pada peradaban Indonesia.
Burung garuda dari mitologi menurut perasaan Indonesia berdekatan dengan burung elang rajawali. Burung itu dilukiskan di Candi Dieng, Prambanan dan Panataran.
Sementara untuk tulisan Bhineka Tunggal Ika, menurut Rushdy terinspirasi dari Empu Tantular. "Bhineka Tunggal Ika itu dari Empu Tantular. Empu Tantular mempersatukan agama Hindu dan Budha yang berseteru," ujar Rushdy.