Jakarta, CNN Indonesia -- Puluhan bangunan liar semi permanen bermunculan di bawah kolong jalan tol Pluit-Tomang di Kelurahan Penjagalan, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, persis di seberang kawasan Kalijodo. Bangunan itu kembali dibangun meski beberapa kali dirobohkan petugas Satuan Polisi Pamong Praja. Warga memilh bertahan di kolong tol karena tak lagi punya pilihan.
Pantauan
CNNIndonesia.com, sebagian besar bangunan berdinding papan dan beratap asbes itu berderet di pinggir jalan Jalan Kepanduan I yang berada di seberang Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) dan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kalijodo. Ukurannya bervaiasi sekitar 3x4 meter persegi.
Jika dilihat dari pinggir jalan utama, seperti Jalan Pangeran Tubagus Angke, rumah-rumah serupa bedeng ini memang tidak terlalu mencolok. Selain karena lokasi tanahnya lebih rendah dari jalan, sebagian rumah tertutup dengan barisan truk ekspedisi lintas provinsi yang hampir setiap hari terparkir di lokasi tersebut.
Kondisi permukiman liar di kolong jalan tol ini jauh dari kata layak. Pasalnya, setiap hari warga di kawasan ini masih harus tinggal berdampingan dengan puing-puing sisa penggusuran serta sampah yang berserakan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salah seorang warga kolong tol, Yanti (38) mengatakan, ia terpaksa dan keluarganya membangun kembali tempat tinggal seadanya di lokasi tersebut karena terpaksa. Usai penggusuran kawasan Kalijodo awal tahun lalu, ia belum bisa mendapatkan tempat tinggal baru. Uangnya tak cukup untuk mengontrak tempat tinggal, apalagi untuk membeli rumah.
“Kalau saya kaya, dari awal enggak akan tinggal di kolong," ujarnya.
Menurutnya, rasa was-was kerap menghantui saat tinggal di kolong tol. Beberapa kali satuan polisi Pamong Praja menertibkan bangunan liar itu. Namun setelah dibongkar, ia dan warga yang lain mendirikannya lagi.
Hal serupa diutarakan Zuriah yang sudah belasan tahun tinggal di kolong tol Pluit-Tomang dengan suaminya. Pemulung ini sehari-hari mengumpulkan botol bekas dari tumpukan sampah di sekitar kawasan Kalijodo dan Jelambar. Di kolong tol itu juga Zuriah mengumpulkan botol plastik sebelum menjuanya ke pengepul.
Perempuan 60 tahun ini mengaku sudah beberapa kali jadi korban penggusuran Satpol PP. Namun hal tersebut tak membuatnya pindah dari lokasi itu. Alasannya sama dengan Yanti, tak ada pilihan lain. “Enggak punya pilihan lain lagi selain di sini,” katanya.
 Warga memanfaatkan kolong tol untuk tempat menaruh barang bekas. (CNN Indonesia/Filani Olyvia) |
Karena sudah kerap jadi korban penggusuran, Zuriah punya cara tersendiri agar mudah kabur saat ada Satpol PP datang.
“Setiap bangun pagi, kasur saya, saya umpetin. Ditutup karung. Kalau enggak begitu, ada penggusuran, bisa diambil Satpol PP," ujarnya.
Karena seringnya penggusuran di lakukan, banyak warga yang tinggal di bangunan liar ini bersikap dingin bahkan cenderung curiga pada pendatang, terutama pada awak media. Mereka khawatir pemberitaan membuat penggusuran terjadi lagi.
Di kolong tol ini sejak dulu sudah terbangun bangunan liar. Satpol PP menerbitkan bersamaan dengan penataan kawasan Kalijodo, Februari 2016 lalu. Namun bangunan liar kembali bermunculan.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga sudah gerah dengan keberadaan bangunan liar tersebut. Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat mengatakan, sebelum lebaran, puluhan bangunan liar itu harus sudah dirobohkan.
"Insya Allah minggu depan mulai, sebelum Lebaran sudah selesai," kata Djarot.
Ia khawatir, jika dibiarkan, jumlah bangunan liar terus bertambah dan bisa disalahgunakan untuk tempat prostitusi lagi seperti saat kawasan pelacuran Kalijodo masih ada.
Setelah ditertibkan, tambah Djarot, tempat tersebut rencananya akan diberi pagar dan dijadikan sebagai taman atau lahan pakir agar tidak kembali dijadikan sebagai pemukiman liar.
"Tadi sudah kita rapatkan setelah selesai langsung kita bersihkan dan kita pagar, kita gunakan untuk taman atau tempat parkir," kata Djarot.