Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mempertanyakan dasar hukum pegawai KPK sebagai pemohon uji materi keabsahan pembentukan Pansus Angket terhadap KPK di Mahkamah Konstitusi.
Untuk itu Fahri meminta MK menolak permohonan tersebut karena tidak memenuhi syarat.
“Saya kira perlu dicek dahulu apakah pegawai KPK memiliki
legal standing. Sebab orang yang punya
legal standing adalah orang yang dirugikan oleh satu keputusan,” ujar Fahri di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (13/7).
Fahri menilai, pegawai KPK tidak memiliki
legal standing karena bukan pihak terdampak dari keberadaan Pansus Angket KPK. Selain itu, KPK juga merupakan lembaga negara pelaksana UU yang menerima anggaran dari APBN.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut, Fahri menyarankan agar KPK meminta pakar tata negara Mahfud MD sebagai pemohon uji materi.
Mahfud adalah tokoh yang menentang pansus. Menurut Fahri, posisi Mahfud memiliki
legal standing ketimbang pegawai KPK.
“Misal Pak Mahfud MD sebagai ahli hukum tata negara. Dia bisa dikatakan sebagai WNI yang berkepentingan dengan KPK jika terjadi apa-apa,” ujarnya.
Selain mempersoalkan tindakan pegawai KPK, Fahri mengaku heran dengan pemahaman KPK dan pihak pendukungnya yang merasa keberadaaan angket merugikan. Padahal, ia mengklaim Pansus Angket dibentuk untuk kepentingan masyarakat dan negara.
“Falsafahnya, angket itu tidak merugikan siapa-siapa karena pelaksanaan tugasnya untuk kepentingan bangsa dan rakyat. Jadi tidak merugikan siapa-siapa,” ujar Fahri.
Sementara itu, Ketua Pansus Angket KPK Agun Gunandjar enggan berkomentar banyak atas upaya hukum yang dilakukan oleh KPK. Namun, dia menilai tindakan pegawai KPK bagian dari hak warga negara dalam kedudukannya di mata hukum
“Kami tidak mau komentar. Kami fokus kerjaan kami. Kami bicara tugas dan kewenangan pansus angket,” ujar Agun di Kantor Kejaksaan Agung, Jakarta.
Wadah Pegawai KPK sebelumnya berencana mengajukan
judicial review terhadap Pasal 79 ayat 3 UU Nomor 17/2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) ke MK.
Pasal 79 ayat (3) UU MD3 berbunyi, adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan atau kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Gugatan pegawai KPK tersebut untuk menguji keabsahan Panitia Khusus Hak Angket terhadap KPK bentukan DPR.
Pengajuan gugatan ke MK dilakukan oleh lima pegawai KPK sebagai pemohon yang mewakili wadah pegawai dan diri sendiri.
Kelima orang tersebut di antaranya adalah Harun Al Rasyid, Yadyn, Hotman Tambunan, Novariza dan Lakso Anindito.