Cerita Saat Anggota DPR Dipertemukan dengan Terpidana Teroris

CNN Indonesia
Sabtu, 22 Jul 2017 22:33 WIB
Terpidana terorisme dihadirkan di hadapan panitia khusus pembahasan revisi RUU pemberantasan terorisme. Mengapa para wakil rakyat itu sampai terperangah?
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Komisaris Jenderal Suhardi Alius. (CNN Indonesia/Christie Stefanie)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme masih belum menemui titik terang. Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Komisaris Jenderal Suhardi Alius lantas menceritakan bagaimana dinamika pembahasan saat dia menghadiri rapat di DPR RI.

Suhardi enggan membeberkan kapan rapat itu digelar tapi dia menggambarkan bagaimana rapat itu membuat para anggota DPR terdiam.

Saat itu, kata Suhardi, rapat pembahasan RUU sedianya digelar terbuka untuk umum. Namun karena pentingnya pembahasan Suhardi berkukuh bahwa rapat harus digelar secara tertutup. "Saat itu pansus ingin rapat terbuka tapi saya minta tertutup karena pentingnya pembahasan," kata Suhardi, Sabtu (22/7).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sempat berdebat panjang dengan anggota pansus, akhirnya mereka sepakat rapat digelar tertutup, dan setelah mendapat kepastian itu Suhardi langsung membawa "tamu" ke ruang rapat. Tamu tersebut adalah Ali Imron, terpidana teror yang divonis penjara seumur hidup.

Ali Imron diundang bukan tanpa alasan, Suhardi ingin agar sang terpidana menceritakan apa yang dia tahu kepada para anggota pansus. Suhardi menggambarkan reaksi anggota pansus saat mendengar cerita Ali Imron saat itu sangat terperangah.

Cerita Ali Imron dimulai saat dia "sekolah" di Afganistan selama tiga tahun di mana dia belajar bagaimana menggunakan senjata dan mengendarai tank baja. "Kalau disamakan dengan Kopassus saya berpangkat kolonel," ujar Suhardi mengulang apa yang dikatakan Ali Imron saat itu.

Setelah berbicara itu, Ali lantas mengatakan bahwa ada satu perbedaan antara Kopassus dengan pasukan yang dilatih di Afganistan. Jika Kopassus dilatih untuk bertarung, pasukan di Afganistan dilatih untuk merakit bom.

Satu hal yang ditekankan oleh Ali saat bercerita di depan para anggota pansus adalah cara merakit bom dia ingat tanpa catatan apapun, semua dihafal di luar kepala sehingga dia tak perlu membawa catatan apapun saat keluar dari Afganistan.

Selain diajarkan menggunakan senjata dan merakit bom, satu keahlian lain yang perlu dipelajari adalah kemampuan mendoktrin orang agar mau berjihad. Dan berdasarkan cerita Ali, lulusan Afganistan diberi batas waktu dua jam untuk bisa mendoktrin orang-orang.

"Masih ada ratusan orang lulusan Afganistan dan saya generasi ke-empat DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia," kata Ali seperti diungkapkan kembali oleh Suhardi.

Mendengar fakta-fakta seperti itu, Suhardi mengatakan para anggota DPR yang ada di ruangan sampai terus memegang gelas di mejanya. Hal itu membuktikan bagaimana pentingnya RUU Terorisme untuk segera diperbaharui dan mengakomodasi situasi teror saat ini.


LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER