Jakarta, CNN Indonesia -- Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tidak terima disamakan dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) oleh Ketua Fraksi NasDem Viktor Bungtilu Laiskodat. Ketua DPP PKS Bidang Hukum dan HAM, Zainudin Paru melaporkan Viktor hari ini ke Bareskrim Polri.
Viktor dianggap telah melakukan pencemaran nama baik serta menyampaikan ujaran kebencian dengan mengaitkan partai politik PAN, Gerindra, Demokrat, dan PKS sebagai pendukung negara khilafah dan menyamakan dengan PKI. Pernyataan itu ia sampaikan saat pidato di depan warga Nusa Tenggara Timur (NTT).
"Kata-kata bahwa empat partai politik itu disamakan dengan PKI di tahun 1965, ini masalah serius bukan hanya bagi empat partai. Tapi saya kira bagi bangsa Indonesia," kata Zainudin di Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (7/8).
Zainudin menilai tidak sepantasnya Viktor sebagai pejabat negara mengeluarkan ujaran kebencian. Menurut dia, partai pendukung pemerintah yang mengampanyelan "saya Indonesia, saya Pancasila" telah tercoreng oleh perbuatan Viktor.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perbuatan Viktor, kata Zainudin, telah membuktikan ia tidak Indonesia dan tidak Pancasila. Ucapan viktor bisa menimbulkan permusuhan di antara masyarakat.
"Bahkan boleh secara terang dalam pidatonya, mengatakan kita boleh membunuh anggota dari empat partai politik yang tidak mendukung pelarangan ormas terkait dengan khilafah, itu berbahaya bagi kami. Jadi bukan saja bagi empat partai tapi berbahaya bagi bangsa," kata Zainudin.
Selain itu, PKS juga tersinggung dengan perkataan Viktor yang menjelaskan PKS penduking khilafah. Menurut Zainudin tidak mendukung Perppu Ormas bukan berarti mendukung berdirinya khilafah di Indonesia.
Zainudin menduga Viktor melanggar pasal 156 KUHP tentang penistaan agama dan UU ITE No 11/2008. Selanjutnya ia akan melaporkan Viktor ke Mahkamah Kehormatan Dewan di DPR dengan dugaan kuat Viktor melanggar janji sebagai seorang pejabat negara dan melanggar sumpah janji anggota DPR.
Langgar UU ITEWakil Ketua Umum Demokrat Agus Hermanto mengatakan, Viktor diduga telah melanggar UU ITE karena menuduh Demokrat sebagai salah satu partai pendukung negara khilafah dan intoleran.
“Sekarang ini sedang ditangani semuanya. Marilah kita mengawasi alat penegakan hukum seluruhnya supaya bekerja berkeadilan, transparan, dan akuntabel,” ujarnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (7/8).
Agus menuturkan, saat ini organisasi sayap Demokrat, yakni Generasi Muda Demorkat tengah melaporkan dugaan tindak pidana yang dilakukan Viktor ke Bareskrim Polri. GMD juga berencana melaporkan Viktor ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) karena diduga melanggar etik.
Lebih lanjut, Wakil Ketua DPR ini mengklaim, pihaknya telah memiliki bukti otentik berupa video pernyataan Viktor yang menuduh Demokrat sebagai partai pendukung negara khilafah dan intoleran. Dalam Video itu, Viktor juga menuding PAN, PKS, dan Gerindra.
Selain fitnah, Agus berkata, Viktor diduga melakukan penistaan agama hingga kekerasan, karena sempat mengancam membunuh para pihak yang dianggapnya mendukung negara khilafah dan intoleran.
“Kami melihat banyak yang disampaikan oleh saudara Viktor. MKD diproses secara tersendiri, tapi di aparat juga diproses. Jadi ini bisa saja berbarengan,” ujarnya.
Sementara itu, Agus memilih enggan berkomentar soal tindakan disiplin yang harus dilakukan oleh NasDem terhadap Viktor. Ia juga enggan berkomentar soal hukuman apa yang akan dijatuhkan oleh MKD.
“Kami meyakini MKD akan memproses permasalahan saudara Viktor, begitupun aparat penegak hukum,” ujar Agus.
Sebelumnya, Viktor dianggap telah melakukan pencemaran nama baik serta menyampaikan ujaran kebencian dengan mengaitkan partai politik PAN, Gerindra, Demokrat, dan PKS sebagai pendukung negara khilafah.
Pernyataan yang diduga dikeluarkan oleh Viktor itu terekam dalam sebuah video yang beredar di media sosial
PAN dan Partai Gerindra telah melaporkan Viktor ke Bareskrim Polri atas tuduhan melanggar Undang-Undang dan Pasal UU ITE No 11/2008 dan Pasal 156 KUHP tentang penistaan agama, serta Undang-Undang Diskriminasi Nomor 40 tahun 2008 Pasal 4 dan Pasal 16.