HTI belum lama ini dibubarkan karena berorientasi pada Khilafah --yang dianggap pemerintah bertentangan dengan Pancasila. Seperti apa upaya pendekatan unit Pancasila menangkal ideologi yang sudah lama dibumikan oleh HTI di lingkungan kampus?Pancasila sebenarnya ingin melakukan inklusi sosial. Bukan eksklusivisme, tapi inklusivisme. Bagaimana orang beda agama, etnis, beda kelas sosial, beda partai bisa ikut berpartisipasi menjadi bagian dari ke-Indonesia-an.
Tapi yang menarik memang kenapa kampus-kampus umum, yang notabene kampus negara, tapi kenapa kampus-kampus itu jadi sarang eksklusivisme radikalisme. Padahal kampus negara punya jiwa nasionalisme yang kuat dan dulu kampus-kampus ini pusat reproduksi pemimpin-pemimpin bangsa ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Arus masuk pikiran-pikrian dari luar ini mendapatkan katalisnya terutama pada mashasiwa-mahasiswa baru.
Jadi mahasiswa baru perguruan tinggi negeri itu datang dari tempat yang berjauhan, kadang banyak yang berlatar pedesaan, datang ke suatu tempat baru, mereka mengalami keterasingan, kadang-kadang juga tebatas sakunya, dihadapkan tantangan baru.
Di situ lah secara manusiawi mereka memerlukan tangan-tangan penolong. Biasanya kelompok yang relatif solid, militan ini yang biasanya mampu menjemput bola, bisa menyapa anak anak baru dengan pendekatan yang manusiawi saja.
Biasanya datang tidak dengan mengkotbahkan agama, tapi atas dasar memenuhi kebutuhan anak itu. dicarikan kos kosannya. Kalau ada sakit diberikan obatnya, kalau ada masalah ditolong. Ikatan sambung rasa ini yang mulai masuk.
Biasanya seniornya mengatakan kalau ada masalah ya sudah datang saja, datang saja ke masjid. Di situ mereka menjadi bagian dari lingkaran kelompok-kelompok ini.
Sudah begitu biasanya pelajaran agama diberikan semester satu, biasanya ada pelajaran tambahan. Dosen-dosen agama itu menganjurkan supaya ikut tutorial atau
mentoring, yang notabene juga di bawah bimbingan seniornya.
 Aktivis mahasiswa Gema Pembebasan berunjuk rasa di kawasan Monas, Jakarta, Rabu, 12 Juli 2017. (CNNIndonesia/Safir Makki) |
Akibatnya sebagai anak baru ikut tutorial apa pun, apa yang diminta seniornya dijalankan. Apalagi seniornya itu memberikan pertolongan pada hidup mereka.
Jadi pusat penyebarannya itu pada proses awal ketika mahasiswa baru itu ikut kuliah. Itu lah periode yang sangat rawan.
Oleh karena itu, saya kira kita harus berusaha mencari cara, penyebabnya kita identifikasi, baru setelah penyebabnya diidentifikasi, kita cari solusinya seperti apa.
Pertama meskipun ini rumah-rumah ibadah, yang sifatnya privat, tapi kan rumah ibadah (di kampus) itu properti negara. Oleh karena itu rektor, pemimpin perguruan tinggi harus bisa tanggung jawab menempatkan pengurus-pengurus masjid yang juga punya tanggung jawab lah. Artinya harus bisa menanamkan nilai-nilai keagamaan yang inklusif, toleran, jangan membiarkan bibit-bibit ekslusifme hadir di rumah rumah peribadatan di kampus itu.
Berikutnya adalah kita juga harus mencari cara supaya anak-anak baru ini lebih bisa mendapat perlindungan, baik perlindungan sosial, ekonomis maupun perlindungan dalam konteks pembelajaran keagaman sehingga dalam situasi yang masih ambigu, masih bingung jatuh ke tangan perangkap kelompok-kelompok radikal.
Saya kira harus ada pendamping-pendamping, harus disiapkan pendampng-pendamping dari dosen progresif untuk ikut menjadi bagian dalam proses pengawalan, bimbingan di masjid-masjid, menyemai juga kelompok belajar di masjd atau rumah ibadah lain yang lebih sesuai dengan semangat kebangsaaan kita.
Apa yang membedakan aktivitas pergerakan mahasiswa di kampus pada rezim terdahulu dengan generasi milineal saat ini, sehingga pembinaan ideologi Pancasila harus masuk ke kampus?Pancasila itu akan bisa tumbuh subur, orang bisa menghargai perbedaan, orang bisa bergaul, mengapresiasi berbagai macam kekayaan budaya itu kalau memiliki daya nalar yang cukup. Kalau daya nalar sempit, seolah-olah hanya dirinya saja sumber kebaikan kebenaran, di luar dirinya tidak ada kebenarn dan kebaikan.
Pancasila juga memerlukan proses sambung rasa selain daya baca. Pancasila memerlukan satu politik kebudayaan yang membuat masyarakat majemuk ini bisa hidup berdampingan secara damai. Jangan masyarakat kita yang plural tapi sifat hidup dikembangkan monokultural.
Dan yang terakhir memang, saya kira menyangkut soal berbagi rezeki ini, jadi eksklusivisme, radikalisme itu juga, pada akhirnya Pancasila sangat menentukan cara kita merespons isu-isu yang menyangkut kesenjangan sosial.
Jadi saya katakan sekali lagi, Pancasila memerlukan syarat peradaban. Syarat peradabannya adalah kecerdasan, minat baca perlu diperluas. Semakin tinggi daya baca, daya jelajah orang bisa menghargai perbedaan makin toleran, makin apresiasi kemajemukan.
Bagaimana mengaplikasikan pembinaan Pancasila ke dalam kurikulum pembelajaran mahasiswa di kampus?Kami sudah berdiskusi dan mencapai kesepemahaman dengan Kemenristekdikti, mulai tahun ini bertepatan dengan penerimaan mahasiswa baru, harus ada satu tanda bahwa kita ini ingin melakukan revitalisasi dan reaktualisasi pembelajaran pancasila secara lebih atraktif, secara lebih tepat guna bagi generasi hari ini.
Berdasarkan Undang-undang No. 12 tentang Pendidikan Tinggi sebenarnya Pancasila itu mata pelajaran wajib bagi perguruan tinggi. Tapi faktanya masih banyak perguruan tinggi yang belum mengakomodasi pelajaran pancasila. Kalaupun pelajaran itu ada, barang kali metode atau konten pembelajarannya tidak begitu menarik atau disusun secara baik.
Nah untuk itu ke depan kementerian dikti berharap dosen pengampu Pancasila itu harus diberikan penyegaran lah. Baik itu dari segi pemahaman atau metode pembelajaran baru yang lebih atraktif yang sesuai dengan tantangan hari ini.
 Presiden Joko Widodo saat senam dalam program Pendidikan Penguatan Pancasila di Istana Bogor, Jawa Barat, Sabtu (12/8).(ANTARA FOTO/Rosa Panggabean) |
Kami akan memulai penandanya itu dengan Peluncuran Program penguatan Pancasila di perguruan tinggi, dengan mengundang perwakilan mahasiswa dari beberapa kampus di Indonesia, kampus negeri terutama, dan sejumlah dosen dikumpulkan di Istana Bogor 11-12 Agustus.
Mereka para mahasiswa datang bersama pembimbingnya, kurang lebih 530 mahasiswa dgn 100-an dosen. Setelah ada proses reoreantasi siang hari, malam harinya menonton film dengan judul
Pancasila, Cita-cita dan Realita. Film ini sebenarnya film dokumenter tentang pidato soekarno 1 Juni tentang lahirnya Pancasila.
Setelah itu lalu film itu didiskusikan, apa fakta yang bisa dilihat, temuan apa yang menarik, kemudian kedepannya kira kira apa yang terbayang oleh mahasiswa dalam mengarusutamakan pancasila.
Nah setelah itu nanti, ini kan
kick off, kita mulai dengan
training of facilitator. Indonesia kan luas banget, tidak mungkin UKP ini bisa menatar dosen dosen pancasila seluruh indonesia, tapi kami buat
training of trainers untuk melatih dosen lain di bidang Pancasila.
(gil)