Remisi untuk Hemat Anggaran Dianggap Tak Masuk Akal

Priska Sari Pratiwi | CNN Indonesia
Jumat, 18 Agu 2017 11:28 WIB
Pemerintah harus mengedepankan syarat sesuai undang-undang sebelum memberikan remisi terhadap narapidana, terutama kasus korupsi.
Ilustrasi. (ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas)
Jakarta, CNN Indonesia -- Sebanyak 92.816 narapidana menerima remisi bertepatan dengan peringatan kemerdekaan 17 Agustus kemarin. Dari jumlah tersebut, 400 di antaranya merupakan narapidana perkara korupsi. Sementara sisanya 35 untuk narapidana kasus terorisme dan 14.661 untuk narapidana kasus narkotik.  

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Lalola Ester menilai, alasan Kemenkumham menghemat anggaran dengan memberi remisi bagi narapidana korupsi tak masuk akal. Pemerintah mengklaim Pemberian remisi bisa menghemat anggaran hingga sekitar Rp102 miliar.

Lalola menyadari permasalahan lembaga permasyarakatan maupun rumah tahanan saat ini adalah over capacity atau kelebihan kapasitas. Namun menurutnya hal itu tak lantas membuat pemberintah memberikan remisi hanya untuk menghemat anggaran.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Remisi harusnya bukan jadi sarana untuk menghemat anggaran. Ada cara lain tanpa harus diskon besar-besaran untuk terpidana, apalagi korupsi,” ujar Lalola kepada CNNIndonesia.com
Kapasitas lapas saat ini, kata Lalola, lebih banyak digunakan untuk narapidana kasus narkotik. Hingga September 2016, penghuni lapas kasus narkotik mencapai sekitar 40 persen dari total ribuan narapidana. Jumlah ini berbanding jauh dengan narapidana kasus korupsi yang hanya 1,92 persen dari total penghuni lapas.

“Justru lebih banyak narapidana kasus narkotik. Padahal ada aturannya bahwa pengguna bisa direhabilitasi, tidak langsung dipidana masuk lapas. Jadi kalau kita berdalih harus kasih remisi buat pidana korupsi, itu tidak nyambung,” katanya.

Menurut Lalola, pemerintah harus jeli memberikan remisi bagi terpidana kasus korupsi. Ketentuan pemberian remisi ini, kata Lalola, telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) 99/2012 tentang hak warga binaan permasyarakatan. Ia mengaku tak mempermasalahkan pemberian remisi terhadap narapidana korupsi selama memenuhi syarat.
Salah satunya syarat remisi adalah status justice collaborator yang disematkan pada narapidana tersebut. Pemerintah mesti mempertimbangkan apakah status justice collaborator itu rekomendasi dari aparat penegak hukum atau pun diputuskan dalam vonis majelis hakim  

“Intinya kalau sudah diberikan sesuai syarat itu tidak masalah. Tapi apakah syarat-syarat itu tepat atau tidak, itu yang harus dicek lagi,” ucap Lalola.

Terpidana kasus korupsi yang menerima remisi 17 Agustus di antaranya adalah mantan PNS Ditjen Pajak Gayus Halomoan Tambunan dan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin. Remisi pada Gayus berdasarkan PP 28/2006 yang menyatakan tidak harus ada status justice collaborator. Sementara remisi untuk Nazaruddin merupakan rekomendasi dari KPK. (gil)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER