Rektor IPDN Kaji Sanksi Praja Pengeroyok Bermotif Asmara

CNN Indonesia
Kamis, 31 Agu 2017 12:19 WIB
Rektor IPDN Ermaya Suradinata menilai, para pelaku tak perlu dipecat sebagai praja, karena korban pemukulan tak sampai dirawat di rumah sakit.
Rektor IPDN Ermaya Suradinata menilai, para pelaku tak perlu dipecat sebagai praja, karena korban pemukulan tak sampai dirawat di rumah sakit. (ANTARA FOTO/Fahrul Jayadiputra).
Jakarta, CNN Indonesia -- Rektor Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Ermaya Suradinata membuka peluang membatalkan sanksi terhadap lima anak didik yang melakukan pemukulan terhadap seorang praja pekan lalu. Pembatalan bisa dilakukan sesuai hasil evaluasi pihaknya.

Evaluasi atas sanksi dapat juga dilakukan berdasarkan hasil kajian tim pengawas. Jika sanksi dianulir, hukuman pemecatan dapat diberikan pada lima praja yang melakukan aksi kekerasan.
"Kalau saya sudah memberikan yang terberat. Sekarang kan peristiwanya bukan kekerasan pemukulan sampai orang itu harus dirawat. (Sanksi) dipecat itu kalau (korbannya) sampai dirawat. Ini tidak, orangnya (korban) juga normal," kata Ermaya di Kantor Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Kamis (31/8).

Sanksi berupa penurunan pangkat dan tingkat telah diberikan terhadap lima praja yang memukul temannya. Sementara, hukuman larangan memakai tanda pangkat hingga enam bulan ke depan diberikan pada lima anak didik lain yang menyaksikan pemukulan tersebut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ermaya mengatakan, sanksi yang diberikan kepada para praja itu sudah tergolong berat. Menurut dia, sanksi pemecatan kepada pelaku hanya bisa diberikan jika korban pemukulan harus sampai dirawat.
Pemukulan di IPDN terjadi karena masalah cinta. Korban pemukulan berasal dari Riau, sementara sang perempuan adalah anak didik dari Kalimantan Barat.

Masalah muncul ketika ada rekan dari praja perempuan yang mengetahui temannya dipacari oleh anak didik dari Riau. Tak terima temannya dipacari, sang pemukul bersama teman-temannya pun menghampiri korban.

"Prosedur yang berlaku bahwa dalam Pasal 22 Permendagri Nomor 63 Tahun 2015 mengatakan, hukuman berat diberikan (diantaranya) pemecatan, turun pangkat, dan turun tingkat," katanya.
Ermaya mengklaim hukuman turun tingkat dan pangkat diberikan karena pelaku sudah berada di tingkat empat pendidikan. Selain itu, luka akibat pemukulan juga dinilai tidak fatal sehingga sanksi pemecatan tak perlu diberikan.

Untuk sampai saat ini, para pelaku pemukulan masih selamat dari sanksi pemecatan, karena menurut Ermaya, korban tak perlu dirawat sebagaimana saran dari dokter rumah sakit.

"Ini menurut saya masih kecil tapi harus dilakukan tindakan berat. Sampai pemecatan kalau penamparan itu sampai luka parah, misalnya dokter bilang 'ini perlu dirawat 1-2 hari', sudah saya langsung pecat. Masalahnya sekarang dokter memberikan saran tidak perlu dan anaknya normal," tuturnya.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER