Jakarta, CNN Indonesia -- Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Timur masih meneliti laporan dugaan penghinaan dan ujaran kebencian terhadap Presiden Joko Widodo dan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri dalam tulisan berjudul 'Suu Kyi dan Megawati' yang diunggah jurnalis Dandhy Laksono di Facebook.
Kepala Bidang Hubungan Masyakarat (Kabid Humas) Polda Jawa Timur Komisaris Besar Frans Barung Mangera mengatakan, proses penyelidikan terhadap laporan yang dilayangkan organisasi sayap PDI Perjuangan, Relawan Perjuangan Demokrasi (Repdem) Jawa Timur itu masih dilakukan hingga saat ini.
"Baru kemarin jam 10.00 WIB dilaporkan. Bagaimana saya harus melaporkan perkembangannya, kalau baru kemarin jam 10.00 WIB dilaporkan?" kata Frans saat dihubungi
CNNIndonesia.com, Kamis (7/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami teliti dulu, baru satu hari dilaporkan," imbuhnya.
Menurutnya, langkah pemanggilan saksi terkait laporan ini kemungkinan akan dimulai besok, Jumat (8/9).
Frans meminta masyarakat bersabar dan memberikan waktu bagi polisi untuk melakukan penyelidikan.
"Biarkan (polisi) bekerja dulu. Kami masih melakukan (penelitian), nanti mungkin langkahnya besok itu (pemeriksaan saksi). Sabar ya," tuturnya.
Repdem melaporkan akun media sosial atas nama Dhandy Dwi Laksono ke Polda Jawa Timur. Mereka menilai, Dhandy telah melakukan penghinaan dan ujaran kebencian terhadap Jokowi dan Megawati.
Sebelumnya, Frans mengatakan sudah banyak pihak yang melapor soal akun tersebut karena unggahan yang dinilai sebagai ujaran kebencian. Namun Frans enggan menjelaskan orang yang melaporkan akun-akun penyebar kebencian.
"Banyak yang melaporkan tetapi bukan khusus untuk yang ini saja dan sekarang kebetulan korbannya Bapak Jokowi. Kami akan terus melakukan penyelidikan dan penyidikan," ucapnya.
Laporan terkait unggahan Dhandy, katanya, akan masuk dalam dugaan pelanggaran Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Unggahan Dhandy yang dinilai melanggar UU ITE itu terkait dengan tulisannya yang menyamakan Aung San Suu Kyi dengan Megawati. Tulisan itu diunggah ke laman Facebook Dhandy pada 3 September lalu.
Dalam tulisan tersebut, Dhandy menuliskan:
"Tepat setelah Megawati kembali berkuasa lewat kemenangan PDIP dan terpilihnya Presiden Joko Widodo yang disebutnya sebagai "petugas partai" (sebagaimana Suu Kyi menegaskan kekuasaannya), jumlah penangkapan warga di Papua tembus 1.083 orang, mengalahkan statistik tertinggi di era Presiden SBY (2013) yang berjumlah 548 orang."
"Bahkan menurut catatan LBH Jakarta dan Tapol, antara April hingga Juni 2016 saja, ada 4198 warga Papua yang ditangkap di berbagai tempat di Indonesia karena mengekspresikan aspirasi politiknya."
Dhandy dikenal sebagai jurnalis dengan pendekatan yang investigatif. Pria tersebut juga merupakan pendiri rumah produksi WatchdoC.
Menyikapi laporan Repdem ke polisi itu, Dandhy mengaku kaget. Saat ini, ia dan tim pengacara sedang mengumpulkan informasi untuk mempelajari laporan Repdem tersebut.
"Pertama, seperti halnya kita semua, saya juga terkejut dengan pelaporan itu. Alih-alih mendapat kiriman artikel bantahan atau perspektif pembanding, yang datang justru kabar pemolisian," kata Dandhy melalui akun Facebooknya.