KPK: Indeks Persepsi Korupsi Tidak Dipengaruhi Kewenangan

CNN Indonesia
Selasa, 12 Sep 2017 00:45 WIB
Wakil Ketua KPK Laode Syarif menanggapi Jaksa Agung yang menyebut pemberantasan korupsi di Malaysia dan Singapura lebih efektif daripada di Indonesia.
Wakil Ketua KPK Laode Syarif menanggapi Jaksa Agung yang menyebut pemberantasan korupsi di Malaysia dan Singapura lebih efektif daripada di Indonesia. (ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma)
Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode Muhammad Syarif menilai, pemisahan antara kewenangan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan dalam pemberantasan tindak pidana korupsi tidak berkaitan dengan tingkat Indeks Persepsi Korupsi (IPK). 

Hal itu disampaikan Syarif menanggapi pernyataan Jaksa Agung Muhammad Prasetyo dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR yang membandingkan proses penegakan hukum Tipikor di Malaysia dan Singapura lebih efektif daripada Indonesia karena penyidikan dan penuntutan dipisahkan.

"Itu tidak ada hubungannya dengan peningkatan IPK. Indeks Persepsi Korupsi itu tidak ditentukan dengan digabungkannya penindakan, penyidikan, dan penuntutan," ujar Syarif di Gedung DPR, Jakarta, Senin (11/9).

Syarif menuturkan, penilaian IPK sebenarnya terkait dengan kualitas pelayanan publik yang ada di suatu negara. Oleh karena itu, tingginya IPK Singapura dan Malaysia bukan karena penyidikan dan penuntutan yang dipisahkan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia menyampaikan, KPK Malaysia yakni Suruhanjaya Pencegahan Rasuah Malaysia (SPRM) juga memiliki perwakilan jaksa di dalamnya. Ia pun menyebut, IPK Selandia Baru selalu masuk sepuluh besar meski kewenangan penyidikan dan penuntutan dimiliki oleh The Serious Fraud Office (KPK Selandia Baru).

"Malaysia mulai menyidik PM yang sekarang maka wakil-wakil jaksa yang ada di SPRM itu ditarik. Dulu mereka satu atap. Saya mau kasih satu contoh lain yang digabung antara penyidik dan penuntutnya, SFO di Selandia Baru. Dia IPKnya juga selalu masuk 10 besar dunia," katanya.

Sementara itu, terkait wacana pemisahan penyidikan dan penuntutan di KPK, Syarif enggan menanggapinya. Ia mengklaim, KPK saat ini fokus melaksanakan tugas dan kewenangannya sebagaimana diatur dalam UU KPK.

"Selama undang-undangnya masih seperti itu dan kami berterima kasih kepada Kejagung yang selalu mengirimkan jaksanya bertugas di KPK," ujar Syarif.

Sebelumnya, Jaksa Agung Muhammad Prasetyo membandingkan penegakan pemberantasan korupsi di Singapura dan Malaysia yang dinilai lebih efektif dan harmonis dari Indonesia. 

Hal itu terlihat dari IPK Indonesia yang hanya mendapat skor 37 dengan peringkat 90. Sementara Malaysia di peringkat 55 dengan skor 49 dan Singapura skor 84 dengan peringkat 7 dari sekitar 170 negara yang disurvei.

Prasetyo menyebut, kewenangan Corrupt Practices Investigation Bureau (KPK Singapura) dan SPRM terbatas pada hal penyelidikan dan penyidikan.

Sementara wewenang penentuan penuntutan atau tidak dipegang oleh kejaksaan di kedua negara tersebut.

"Tugas dan kewenangan yang dimiliki CPIB dan SPRM maupun kejaksaan dan kepolisian masing-masing di kedua negara tersebut itu ternyata mampu menciptakan pemberantasan korupsi yang cukup efektif, sebagaimana terlihat di IPK korupsi yg disampaikan tadi bahwa IPK kedua negara pada 2016," ujar Prasetyo.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER