Kasus Debora, DPR Nilai RS Mitra Keluarga Sengaja Langgar UU

CNN Indonesia
Rabu, 13 Sep 2017 04:32 WIB
UU Kesehatan menyebut RS wajib memberikan pelayanan pada pasien gawat darurat. RS Mitra Keluarga Kalideres dinilai sengaja melanggarnya dalam kasus bayi Debora.
Terkait kasus Debora, Komisi IX DPR meminta RS menjauhkan kesan pelayanan demi mengejar keuntungan. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi IX DPR menduga Rumah Sakit Mitra Keluarga, Kalideres, Jakarta, sengaja melanggar undang-undang sehingga membuat bayi Debora Simanjorang kehilangan nyawanya.

Hal itu diutarakan Wakil Ketua Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay melalui siaran pers yang dikonfirmasi CNNIndonesia.com, Selasa (12/9).

“Komisi IX menilai bahwa rumah sakit Mitra Keluarga telah dengan sengaja melanggar ketentuan pasal 32 UU No. 36 tahun 2009 ayat (1) dan (2),” kata Saleh.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada UU Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 32 ayat (1) disebutkan bahwa dalam keadaan darurat, fasilitas kesehatan pemerintah maupun swasta wajib memberikan pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan kecacatan terlebih dahulu.

Kemudian pada ayat (2) termaktub disebutkan fasilitas kesehatan baik pemerintah maupun swasta dilarang menolak pasien dan/atau meminta uang muka.
Lebih lanjut, Komisi IX juga menilai pihak rumah sakit lalai menjalankan amanat Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 29 ayat (1) huruf f.

Beleid pasal tersebut menyatakan bahwa rumah sakit berkewajiban melaksanakan fungsi sosial antara lain dengan memberikan fasilitas pelayanan pasien tidak mampu/miskin, pelayanan gawat darurat tanpa uang muka, ambulans gratis, pelayanan korban bencana dan kejadian luar biasa, atau bakti sosial bagi misi kemanusiaan.

“Aturan ini dimaksudkan agar rumah-rumah sakit dan fasilitas kesehatan masyarakat tetap teguh pada jalur pelayanan kemanusiaan,” tutur Saleh.

“Kesan bahwa rumah sakit dan fasilitas kesehatan hanya mengejar keuntungan finansial harus betul-betul dijauhkan,” lanjutnya.
Komisi IX menilai bahwa pelanggaran tersebut tidak dapat ditoleransi. Apalagi, dalam UU No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan ada aturan pidana yang termaktub secara tersurat, yakni pada Pasal 190, perihal sanksi bagi fasilitas kesehatan yang mengabaikan pasien.

Bunyi pasal itu yaitu, (1) Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan yang melakukan praktik atau pekerjaan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang dengan sengaja tidak memberikan pertolongan pertama terhadap pasien yang dalam keadaan gawat darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) atau Pasal 85 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan terjadinya kecacatan atau kematian, pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Meski begitu, Saleh mengatakan Komisi IX tetap mendukung Kementerian Kesehatan mendalami kasus kematian Debora. Saleh ingin Kemenkes bersinergi dengan BPJS Kesehatan dan Badan Pengawas Rumah Sakit (BPRS).

“Dengan begitu, sanksi apapun yang akan diberikan tetap objektif dan didasarkan pada fakta yang sebenarnya. Harapannya, kejadian serupa tidak terjadi lagi di masa yang akan datang,” kata Saleh.
Debora, bayi berusia empat bulan, tewas di ruang Instalasi Gawat Darurat RS Mitra Keluarga, Kalideres, pada Minggu (3/9) sekitar pukul 06.00 WIB.

Beberapa jam sebelumnya, ia mendapat perawatan di IGD setelah mengalami batuk berdahak dan sesak nafas.

Dalam perawatan itu Debora dinyatakan harus segera dibawa ke ruang pediatric intensive care unit (PICU).

Untuk mendapat layanan di ruang tersebut, uang muka Rp19,8 juta harus disediakan. Sementara Kartu BPJS Kesehatan yang dimiliki Debora tak bisa digunakan karena rumah sakit swasta itu tak punya kerja sama.
Pihak RS Mitra Keluarga sebelumnya telah mengklarifikasi kasus Debora. Humas RS Mitra Keluarga Group dr Nendya Libriyani menjelaskan perihal sikap RS yang tidak segera membawa Debora dari ruang IGD ke PICU. Ia berkata bahwa tidak ada perbedaan antara dua ruang tersebut.

Selain itu, kata Nendya, pihak RS juga tak membeda-bedakan pelayanan kepada pasien.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER