Jakarta, CNN Indonesia -- Anggota DPR RI dari fraksi Nasdem, Taufiqulhadi mengkritik rencana agenda diskusi akademis tentang sejarah peristiwa tahun 1965 yang kemudian dibatalkan akibat tak dapat izin dari polisi.
Diskusi itu sedianya digelar di kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Jakarta Pusat akhir pekan lalu namun dibatalkan. Sebagai gantinya, acara apresiasi seni pun digelar di kantor lembaga yang berdiri sejak 1970 silam, Minggu (17/9).
Kegiatan tersebut pun berakhir panas karena aksi massa di luar gedung yang menuding ada kegiatan prokomunis di dalam gedung LBH Jakarta.
Menanggapi peristiwa tersebut Taufiqulhadi menilai setiap kegiatan terkait peristiwa 1965 sebaiknya tak digelar karena dapat memunculkan instabilitas dalam masyarakat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Justru dengan tetap dilaksanakan kegiatan seperti itu sama dengan mendorong masyarakat agar terprovokasi untuk bertindak melakukan kekerasan," ujar Taufiqulhadi kepada wartawan di Gedung DPR, Jakarta, Senin (18/9).
Isu-isu tersebut, menurutnya lebih baik diserahkan kepada kebijaksanaan masyarakat dalam mengukur kembali, sejauh mana sejarah menyibak persoalan tersebut.
"Sebagai sebuah bangsa tentu saja harus menyelesaikan segala hal yang mengganjal perjalanan kita sebagai sebuah bangsa ke depan. Tapi, kita harus mampu mengukur sejauh mana kita bisa bergerak ke belakang guna menyibak persoalan," ujarnya.
Taufiqulhadi juga mengimbau aparat kepolisian lebih tanggap menyikapi kegiatan seperti seminar peristiwa 1965 yang dilaksanakan LBH Jakarta pada minggu lalu.
Polisi membubarkan massa pendemo di luar Gedung LBH Jakarta dalam aksi yang berlangsung Minggu (17/9) hingga Senin (18/9) dini hari WIB. (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja) |
Secara terpisah, lewat keterangan tertulis yang juga diterima
CNNIndonesia.com, Persatuan Gereja Indonesia (PGI) menyampaikan keprihatinan atas 'penyerbuan' massa ke LBH Jakarta, Minggu malam lalu.
"Kejadian ini merupakan langkah mundur dalam proses demokratisasi yang sedang diperjuangkan bersama. Peradaban yang mengedepankan pengerahan massa, kerasnya suara dan kekuatan otot tidak akan pernah menyelesaikan masalah, selain hanya akan melahirkan masalah baru," demikian Rilis PGI yang disebarkan Sekretaris Umum PGI, Pendeta Gomar Gultom, Senin (18/9).
PGI pun meminta masyarakat tak takluk ancaman massa dan mengusut aktor serta provokator penyerbuan, terutama penyebaran informasi menyesatkan via media sosial.
"Tindakan main hakim sendiri akan mengacaukan peradaban kita dan olehnya haruslah dihindari demi pencapaian masyarakat dan bangsa bermartabat," ujar Gomar yang juga meminta para elite dan kelompok kepentingan tak bermain dengan menghalalkan segala cara demi ambisi.
Lalu, sebagai penutup enam butir sikap PGI atas peristiwa di depan Gedung LBH Jakarta pada malam tadi, Gomar menyatakan perlu suasana teduh untuk mewujudkan rekonsiliasi nasional.
"Upaya rekonsiliasi nasional menjadi kebutuhan mendesak saat ini. Dan rekonsiliasi sejati adalah dengan pengungkapan fakta sejarah secara obyektif yang diikuti dengan pengakuan dan pemulihan," katanya.