Jakarta, CNN Indonesia -- Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan bahwa pola pendanaan jaringan teroris domestik yang berafiliasi dengan kelompok militan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS), semakin berkembang.
Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin mengatakan, perkembangan pola pendanaan teroris itu membuat pihaknya mengalami kesulitan dalam melakukan penelusuran pendanaan ke jaringan teroris.
"Jaringan pendanaan terorisme di Indonesia yang terafiliasi dengan ISIS terus berkembang. Dampaknya sangat menakutkan. Harus kami akui agak sulit untuk menelusuri pendanaan terorisme," ujar Kiagus dalam acara peluncuran 'White Paper Pemetaan Risiko Tindak Pidana Pendanaan Terorisme terrkait Jaringan Domestik yang Terafiliasi dengan ISIS', di kawasan Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (27/9).
Dia menuturkan, ada perubahan tren pengumpulan dana untuk membiayai kegiatan teroris. Menurutnya, pengumpulan dana tidak lagi dilakukan secara ilegal, melainkan melalui donasi dan media sosial.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kiagus melanjutkan, pengumpulan dana teroris juga kini dikirimkan dalam jumlah nominal yang kecil dan dalam bentuk tunai.
Menurutnya, jumlah transaksi teroris yang pernah ditelusuri oleh PPATK dan bermuara di satu rekening mencapai US$ 1.000.
Dia menegaskan, perubahan pola tersebut membuat PPATK harus bekerja keras untuk bisa mengungkap pola pendanaan terorisme.
"Sampai saat ini kami tetap melakukan pemantauan atas transaksi keuangan dari dan ke luar negeri tanpa threshold. Jadi tidak ada batas. US$100 pun kami pantau," kata dia.
Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), terdapat beberapa kasus pendanaan yang menyangkut aksi terorisme.
Di antaranya, pengirim uang dari pentolan kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur (MIT) Santoso ke Raida A. ALSree di Filipina untuk membeli senjata sebesar Rp21.150.000 pada 5 Maret 2015 dan 26 Maret 2015. Uang tersebut merupakan hasil infaq para pendukung MIT.
Kasus lainnya yakni penggunaan dana untuk pembiayaan keberangkatan FTF. Achmad Supriyanto memfasilitasi keberangkatan rombongan dari Indonesia ke Suriah dan Filipina sebanyak 12 kali dengan dana sebesar Rp468.376.080 yang dibayarkan melalui vidsa elektronik untuk membeli tiket pesawat.
Kemudian ada juga, Suyitno alias Abdul Malik yang melakukan setor tunai melalui rekening bank atas nama Waluyo sebesar Rp2 juta ke rekening Hendro di Tamanjeka, Poso untuk pembiayaan pelatihan terorisme pada 2011 dan 2012.
(ugo)