Jakarta, CNN Indonesia -- Konsep rekonsiliasi dan politik yang sopan membuat Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dinilai mustahil memobilisasi pendukungnya untuk menyebar isu kebangkitan PKI dan komunisme. Hasil survei Saiful Mujani research Center (SMRC) tentang hal itu pun dianggap omong kosong.
"Enggak mungkin Pak Prabowo
nyuruh kadernya buat sebar isu PKI. Kita ini partai yang sopan dalam berpolitik," cetus Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Arief Puyuono, saat dihubungi CNNIndonesia.com, Sabtu (30/9).
Ia menyebut, ada beberapa unsur yang membuat Prabowo tidak mungkin memobilisasi isu PKI dan komunisme.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pertama, keberpihakan Prabowo pada rekonsiliasi. Dalam beberapa kesempatan, lanjutnya, Prabowo selalu mengatakan kepadanya tentang rekonsiliasi dengan bekas pemberontak Gerakan Aceh Merdeka (GAM), Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII), dan pihak yang dituding sebagai keluarga PKI. Meskipun, ide ini bertentangan dengan pandangan sejumlah petinggi milter lama.
Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) saat merilis hasil survei pemilihan gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta terbarunya yang dilakukan pada kurun waktu 31 Maret sampai 5 April 2017.(CNN Indonesia/Feri Agus Setyawan) |
Kedua, manifesto politik Partai Gerindra yang berjuang demi kesejahteraan rakyat. Dalam beberapa hal, Arief mengaku ini beririsan dengan ideologi kiri yang menonjolkan kerakyatan.
Ketiga, lanjut Arief, penggalangan kader-kader Gerindera yang memiliki berbagai macam ideologi. Termasuk yang berideologi agak kekirian seperti dirinya yang merupakan aktivis gerakan buruh.
"Kalah kiri itu PDIP (dibanding kami)," akunya, yang merupakan Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu itu.
Karena itulah, Arief menilai hasil survei SMRC terbaru itu tak beralasan. Ia bahkan meragukan survei tersebut mengingat rekam jejak survei SMRC yang tidak akurat. Ia mencontohkannya dengan survei SMRC di Pilkada DKI Jakarta, Pilkada Banten, dan Pilkada Bangka Belitung.
Dia juga menyangsikan metode pengambilan survei oleh SMRC karena patut diduga ada kepentingan politik tertentu di dalamnya.
"(Survei) ini demokrasi. Sah-sah saja. Tapi menurut saya surveinya ngawur, tidak tepat," protesnya.
Dihubungi terpisah, Ketua DPP PKS Bidang Polhukam Al Muzammil Yusuf juga menyebut ada masalah dengan netralitas dan validitas survei SMRC sejauh ini. Pilkada DKI jadi contohnya.
"Kalau (lembaganya) masih dipertanyakan, sulit (hasil surveinya) jadi patokan. Jadi tidak usah dikomentari," ucapnya.
Tentang mobilisasi massa pendukung Prabowo, dimana PKS termasuk di dalamnya, Muzammil juga enggan berkomentar lebih jauh karena keraguannya pada integritas SMRC itu.
Terlepas dari itu, dia melihat masyarakat tak perlu risau dengan isu kebangkitan PKI. Sebabnya, ada Ketetapan MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Pembubaran PKI dan Pasal 31 ayat (3) UUD 45 tentang pendidikan nasional yang berlandaskan iman dan takwa.
"Enggak mungkin bisa berdampingan itu semua dengan ideologi komunis," tandas dia, yang merupakan Anggota Komisi II DPR itu.
Aksi 299 yang diprakarsai Presidium Alumni 212 di depan Komples Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (29/9). (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono) |
Diketahui, hasil survei Pilkada DKI dari SMRC untuk Pilkada DKI putaran kedua menunjukkan kemenangan tipis elektabilitas Anies Baswedan-Sandiaga Uno (47,9 persen) atas Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)-Djarot Saiful Hidayat (46,9 persen). Sementara, 5,2 persen responden menyatakan tidak tahu dan tidak menjawab.
Sementara, hasil rekapitulasi KPU menunjukkan bahwa Anies-Sandi meraih 57,96 persen suara, dan Ahok-Djarot memperoleh 42,04 persen suara.
Pada Jumat (29/9), SMRC meluncurkan survei bertajuk Isu Kebangkitan PKI. Dalam pertanyaan "Setuju sedang terjadi kebangkitan PKI?", massa pemilih PKS dan Gerindra jadi yang tertinggi dalam menjawab 'setuju'.
Untuk massa PKS, sebanyak 37 persen responden menjawab setuju, dan 63 persen menjawab tidak setuju.
Sedangkan massa Gerindra, sebanyak 20 persen menyatakan setuju, dan 80 persen menyatakan tidak.
Selain itu, untuk kategori massa pendukung Capres-Cawapres di Pemilu 2014, responden pendukung Prabowo-Hatta lebih banyak yang manjawab 'setuju' (19 persen) dibandingkan pendukung Jokowi-JK (10 persen).
"Ini menunjukkan bahwa opini kebangkitan PKI di masyarakat tidak terjadi secara alamiah, melainkan hasil mobilisasi opini kekuatan politik tertentu, terutama pendukung Prabowo, mesin politik PKS dan Gerindra," survei SMRC itu menyimpulkan.