MA: Putusan Hakim Cepi soal Novanto Tak Bisa Diintervensi

CNN Indonesia
Selasa, 03 Okt 2017 08:37 WIB
Mahkamah Agung menghormati independensi hakim Cepi dalam memutus praperadilan Setya Novanto dan hanya akan bertindak jika ada indikasi pelanggaran.
Hakim tunggal Cepi Iskandar saat memimpin sidang vonis praperadilan yang diajukan Ketua DPR Setya Novanto di PN Jakarta Selatan, Jumat (29/9). (ANTARA FOTO/Reno Esnir)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung (MA) Abdullah menyatakan, putusan hakim tunggal Cepi Iskandar yang mengabulkan permohonan praperadilan Setya Novanto tak dapat diintervensi. Putusan tersebut menjadi tanggung jawab mutlak dari hakim yang memutus perkara.

“MA menghormati apa yang telah diputuskan hakim terkait praperadilan Setya Novanto. Tanggung jawab berada pada hakim tersebut,” ujar Abdullah melalui keterangan tertulis yang diterima CNNIndonesia.com, Selasa (3/10).
Abdullah menyebut, pihaknya tak dapat masuk terlalu jauh ke putusan perkara karena merupakan teknis yudisial. Dalam wilayah itu, setiap hakim memiliki independensi yang harus dihormati dalam memutus sebuah perkara.

“Namun jika memang terindikasi ada pelanggaran, maka hakim yang bersangkutan akan diperiksa. Itu menjadi kewenangan Badan Pengawas MA,” katanya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hakim Cepi dalam putusannya mengabulkan permohonan Novanto karena menganggap penetapan status tersangka dari KPK terhadap Ketua DPR itu tidak sah.
Keputusan tersebut lantas menganulir status tersangka yang diberikan KPK kepada Novanto karena dinilai tidak sesuai prosedur.

Terlepas dari putusan hakim Cepi itu, lanjut Abdullah, putusan tersebut tak lantas menggugurkan kewenangan penyidik KPK untuk menetapkan kembali Novanto sebagai tersangka.

Abdullah merujuk pada ketentuan pasal 2 ayat (3) Peraturan MA 4/2016 yang menyatakan bahwa putusan praperadilan yang mengabulkan permohonan tentang tidak sahnya penetapan tersangka, tidak menggugurkan kewenangan penyidik untuk menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka lagi setelah memenuhi minimal dua alat bukti baru.
Alat bukti itu, kata dia, harus berbeda dengan alat bukti sebelumnya yang berkaitan dengan materi perkara.

“Esensi praperadilan hanya menentukan keabsahan penetapan tersangka dan tidak menghilangkan perbuatan pidananya itu sendiri,” tutur Abdullah.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER