Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Kepala Badan Keamanan Laut (Bakamla) Laksamana Madya Arie Soedewo dalam pengusutan kasus dugaan suap proyek pengadaan satelit monitoring atau pengawasan di lembaganya.
Jenderal TNI AL bintang tiga itu diperiksa sebagai saksi untuk tersangka mantan Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla Nofel Hasan.
"Dia diperiksa sebagai saksi untuk tersangka NH (NH)," kata juru bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Rabu (11/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Arie sudah pernah bersaksi dalam sidang perkara suap yang telah menjerat enam orang sebagai tersangka, lima ditangani KPK dan satu dipegang Pusat Polisi Militer TNI.
Salah satu tersangka kasus suap ini, mantan Deputi Informasi Hukum dan Kerja Sama Bakamla Eko Susilo Hadi menyebut, pembagian jatah fee 7,5 persen dalam proyek pengadaan satelit monitoring merupakan arahan Arie.
Fee tersebut tak diberikan sekaligus, namun diberikan 2 persen terlebih dulu. Eko diminta Arie membagi jatah 2 persen tersebut untuk Direktur Data dan Informasi Bakamla Laksamana Pertama Bambang Udoyo, yang jadi tersangka di Puspom TNI dan Nofel Hasan masing-masing 1 persen atau sebesar Rp1 miliar.
Menurut Eko, seluruh kebijakan dalam pelaksanaan proyek pengadaan satelit monitoring berada di bawah kewenangan Arie.
Proses penunjukan dirinya sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dalam proyek itu juga berdasarkan Surat Keputusan Kepala Bakamla, termasuk penunjukkan Bambang sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek.
Namun, Arie telah menepis tudingan bahwa dirinya ikut membahas besaran
fee dari proyek senilai Rp222,43 miliar. Arie menyatakan dalam persidangan, dirinya tak tahu menahu soal penerimaan uang yang dilakukan anak buahnya itu.
KPK sedikitnya telah menjerat lima tersangka dalam kasus suap proyek Bakamla ini, termasuk Nofel Hasan dan Eko Susilo Hadi
Mereka di antaranya Direktur PT Melati Technofo Indonesia Fahmi Darmawansyah, dua anak buah Fahmi, Muhammad Adami Okta dan Hardy Stefanus.
Dalam perkara ini, Fahmi sebagai pihak penyuap telah divonis 2,8 tahun penjara. Sementara dua anak buahnya, Adami Okta dan Hardy divonis 1,5 tahun penjara. Sedangkan Eko Susilo divonis 4,3 tahun penjara dan denda Rp200 juta.