Jakarta, CNN Indonesia -- Penggusuran menjadi masalah di DKI Jakarta. Tindakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
menggusur paksa rumah warga kerap menuai protes, karena dianggap tidak manusiawi.
Di sisi lain, ancaman khususnya banjir selalu mengintai setiap tahun, mengharuskan Pemprov DKI melakukan upaya penggusuran untuk menata bantaran sungai. Kali Ciliwung, misalnya.
Gubernur DKI Jakarta terpilih Anies Baswedan mengklaim punya solusi atas persoalan penggusuran di Ibu Kota.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selama masa kampanye Gubernur DKI, Anies berjanji bakal menata kawasan bantaran kali dengan cara yang lebih manusiawi ketimbang pendahulunya, Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat.
Salah satu cara yang ditempuh adalah dengan mengajak masyarakat berdiskusi mencari solusi.
Janji manis yang diucapkan Anies saat kampanye telah menarik simpati masyarakat yang akan dan telah menjadi korban penggusuran.
Itu terbukti dari perolehan suara Anies-Sandi yang mengungguli Ahok-Djarot di sejumlah lokasi tempat korban penggusuran.
Di Rumah Susun Rawa Bebek, misalnya, Anies-Sandi menang telak di dua TPS saat pencoblosan putaran kedua, April 2017.
Di TPS 141 Anies-Sandi menang telak dengan mengumpulkan 270 dari 327 suara. Sementara di TPS 140 pasangan itu meraih 444 suara, unggul jauh dari Ahok-Djarot yang hanya memperoleh 108 suara.
Muhammad Ali adalah satu dari sekian banyak masyarakat Jakarta yang akan digusur rumahnya akibat imbas proyek penataan bantaran Kali Ciliwung.
Sama seperti korban penggusuran lainnya, Ali hanya ingin diperlakukan dengan layak dan tidak ada kekerasan.
Lelaki 52 tahun ini mengatakan, dia bersama masyarakat lainnya akan menaati imbauan pemerintah yang meminta mereka untuk pindah ke Rusun Rawa Bebek.
Ali sadar tempat tinggalnya di bantaran kali, di Kampung Melayu, Jakarta Timur, membahayakan keselamatan keluarganya. Namun rasa nyaman dan sosialisasi yang tinggi antar tetangga membuat dia tidak pernah memutuskan untuk pindah.
"Saat ini masyarakat sudah mengerti dan memahami jika tinggal di bantaran kali itu tidak boleh, maka itu kami pasrah jika memang harus dipindahkan ke rusun," tuturnya.
Ali kemudian menyinggung janji Anies yang akan memperlakukan warga secara manusiawi dalam setiap proses
pengggusuran.
 Aparat kepolisian berjaga jelang penggusuran kampung Luar Batang, Jakarta, beberapa waktu lalu (CNN Indonesia/Prima Gumilang) |
Ia mengaku sudah kenyang dengan janji-janji manis calon penjabat negara.
Janji saat kampanye belum tentu akan dipenuhi saat seseorang telah menduduki jabatan yang diinginkannya.
"Saya antara percaya dan tidak percaya dengan janji yang diucapkan Anies," ucapnya.
Meski demikian, Ali yang juga Ketua RT tetap menunggu janji penataan bantaran kali yang manusiawi tersebut.
Bukan hanya untuknya, Ali menilai, hal itu juga menjadi penantian dari 80 kepala keluarga yang dipimpinnya.
"Harapan kami sebenarnya tidak digusur tetapi masyarakat sudah mengerti, tidak mungkin timpang sebelah sebelah sana (Bukit Duri) bagus tapi sebelah sini tidak," katanya.
"Kami masyarakat menilai semua gubernur pasti akan berbuat yang baik untuk masyarakat," tutur Ali.
Saat ini, Ali mengaku sedang menunggu datangnya waktu penggusuran. Dia belum mengetahui pasti, kapan penggusuran akan dilakukan.
"Minggu lalu orang Pemprov datang, sudah mengukur batas (untuk dinormalisasi) dan meminta data penduduk, dua RT di sini yang akan kena," ujarnya.
 Korban penggusuran di permukiman Pasar Ikan Luar Batang, Penjaringan, Jakarta Utara, Jakarta, Selasa, 13 April 2016. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono). |
Warga lain, Rukmini, 53 tahun, punya pendapat yang berbeda.
Rukmini mengaku tidak mengetahui soal janji-janji yang disebutkan oleh Anies terkait penataan atau penggusuran.
Perempuan berpenampilan sederhana itu hanya ingin diperlakukan layak dan mendapat pertanggungjawaban dari pemerintah jika rumahnya terkena
penggusuran.
"Mudah-mudahan pemerintah bisa ganti rugi, kalau rusun tidak ngontrak (bayar kontrakan) tidak apa-apa," ujar Rukmini.
[Gambas:Video CNN]