KPK Usut Penerbitan Izin Tambang Eks Bupati Konawe Utara

CNN Indonesia
Rabu, 18 Okt 2017 05:19 WIB
KPK memeriksa mantan Bupati Konawe Utara Aswad Sulaiman selama lima jam. Aswad diperiksa seputar penerbitan izin tambang
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, KPK tengah mengusut izin penerbitan tambang yang dikeluarkan eks Bupati Konawe Utara. (CNN Indonesia/Feri Agus Setyawan)
Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa mantan Bupati Konawe Utara Aswad Sulaiman sebagai tersangka dugaan korupsi penerbitan izin pertambangan nikel di Kabupaten Konawe Utara, yang ditaksir merugikan negara hingga Rp2,7 triliun.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, pemeriksaan terhadap Aswad dilakukan penyidik KPK untuk mengusut kewenangan dirinya saat menjabat sebagai bupati dalam mengeluarkan izin tambang kepada sejumlah perusahaan.

"Kewenangan yang ada apa saja, yang menjadi kewenangan bupati dalam penerbitan izin atau hal relevan yang terkait perkara ini," kata Febri di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (17/10).
Aswad memenuhi panggilan penyidik KPK sekitar pukul 11.20 WIB. Dia yang keluar pukul 17.00 WIB, diperiksa sekitar lima jam.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selepas diperiksa, Aswad yang mengenakan kemeja warna putih enggan menanggapi pertanyaan awak media.

Aswad hanya menyatakan ditanya soal penerbitan izin tambang nikel yang dilakukannya saat menjabat sebagai orang nomor satu di Konawe Utara.

"Iya (ditanya soal penerbitan izin)," ujarnya.

Febri menjelaskan, Aswad tak langsung ditahan usai diperiksa sebagai tersangka lantaran pemeriksaan yang dilakukan penyidik KPK masih tahap awal. Menurut dia, penyidik KPK masih melakukan pemetaan awal atas kasus yang menjerat Aswad.

"Proses pemeriksaan yang dilakukan baru pemeriksan awal. Melakukan pemetaan terhadap kewenangan yang bersangkutan," kata dia.

Febri menyebut penahanan terhadap tersangka dilakukan melihat ketentuan dalam Pasal 21 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

Pasal 21 ayat (1) KUHAP menyatakan, “Perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan/atau mengulangi tindak pidana."

Menurut Febri, saat ini pihaknya melengkapi penyidikan lebih dulu, dengan melengkapi sejumlah bukti-bukti terkait penerbitan izin tambang nikel yang mengakibatkan kerugian negara hingga Rp2,7 triliun.

Termasuk, kata Febri, berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan penghitungan jumlah kerugian negara.

"Jadi setelah itu barulah kita pertimbangkan tahap-tahap lebih lanjut dalam penyidikan," kata Febri.

KPK menjerat Aswad dengan dua dugaan korupsi, yakni menyalahgunakan wewenang terkait pemberian izin pertambangan nikel dari Pemkab Konawe Utara ke sejumlah perusahaan yang diduga merugikan negara hingga Rp2,7 triliun dan penerimaan suap sebesar Rp13 miliar.

Modus yang dilakukan Aswad, yakni diduga dengan mencabut izin PT Antam secara sepihak di Kecamatan Langgikima dan Molawe, Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara.

Setelah itu, Aswad menerima pengajuan izin kuasa pertambangan eksplorasi dari delapan perusahaan di wilayah tambang, yang masih dikuasai PT Antam.

Kemudian, Aswad langsung menerbitkan 30 SK Kuasa Pertambangan Eksplorasi. KPK menduga perusahaan-perusahaan itu yang memberikan sejumlah uang pada Aswad.
Namun, lembaga antirasuah masih belum mau merinci nama-nama perusahaan tersebut.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER