Janji Honor UMP untuk Pak Ogah Tak Kunjung Terwujud

CNN Indonesia
Minggu, 22 Okt 2017 14:57 WIB
Janji honor sesuai upah minimum provinsi DKI Jakarta bagi ratusan sukarelawan polisi lalu lintas (Supeltas) hingga kini masih menjadi tanda tanya.
Janji honor sesuai upah minimum provinsi DKI Jakarta bagi ratusan sukarelawan polisi lalu lintas (Supeltas) hingga kini masih menjadi tanda tanya. (CNNIndonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Sebanyak 500 sukarelawan polisi lalu lintas (Supeltas) telah menjalani pelatihan yang diberikan oleh Direktorat Reserse Lalu Lintas Polda Metro Jaya. Namun hingga kini janji-janji untuk honor sesuai upah minimum provinsi (UMP) DKI Jakarta masih menjadi tanya.

Para polisi cepek atau Pak Ogah itu berdatangan lantaran penawaran nasib yang menjanjikan di awal. Tidak hanya honor sesuai UMP, fasilitas kesehatan dari Badan Pengelola Jaminan Kesehatan (BPJS) pun turut dijanjikan.

Keberadaan Supeltas dimaksudkan untuk mengatur lalu lintas di jalan-jalan alternatif supaya tidak menambah titik kemacetan. Urusan jalan protokol tetap diatasi oleh kepolisian lalu lintas.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta saat kepemimpinan Djarot Saiful Hidayat sempat menolak pembayaran honor bagi para Pak Ogah. Alasannya, Pemprov DKI Jakarta tidak memiliki anggaran.

Dirlantas Polda Metro Jaya Kombes Halim Paggara sementara itu mengaku akan tetap meminta anggaran kepada Pemprov DKI di era Anies Baswedan dan Sandiaga Uno. Hingga kini dia mengakui belum ada titik terang dari realisasi wacananya tersebut.


Halim tak mau pelatihan yang diberikan kepada 500 supeltas itu menjadi sia-sia. Dia ingin ratusan Pak Ogah tetap  menjalani tugas sebagai Pak Ogah sesuai dengan pelatihan yang telah didapatkan.

Soal honor, Halim mengatakan, saat ini supeltas hanya bisa mengharapkan tanda terima kasih yang diberikan oleh pengendara kendaraan roda dua dan roda empat.

"Untuk honor dari ucapan terima kasih masyarakat saja. Kalau dikasih tetapi tidak memaksa tidak apa-apa, kalau memaksa sudah preman namanya," ucapnya.

Tidak hanya soal honor, seragam bagi para supeltas pun tidak dapat disediakan lantaran tidak tersedianya anggaran. Halim mengklaim, pihaknya telah mengajak serta Kamar Dagang dan Industri DKI Jakarta untuk pemberian honor.


Halim kini hanya bisa pasrah menanti realisasi bagi para para supeltas. Halim mengaku baru bisa menunggu anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) tahun 2018 untuk menentukan nasib para supeltas.

"Dilakukan sajalah sesuai dengan apa yang sudah dia (supeltas) laksanakan. Tahun 2018 baru bisa kami dapat jawaban dari pemerintah," ucapnya.

Menurut Halim, keberadaan Supeltas dapat membantu mengurangi kemacetan di ibu kota, terutama di jalur-jalur alternatif, meski dia belum bisa memastikan berapa persen kemacetan di Jakarta akan berkurang.

"Kebanyakan macet itu terjadi di persimpangan jalan apalagi jalan kecil karena tidak ada yang mengatur. Dengan hadirnya mereka dapat mengatur sehingga mobil satu dengan lainnya tidak berbenturan," tuturnya.
[Gambas:Youtube]
Di pihak lain, Wakil Kadin DKI Jakarta Sarman Simanjorang membantah pihaknya telah menerima proposal maupun pertemuan dengan pihak Ditlantas Polda Metro Jaya. Sarman mengatakan, pertemuan maupun proposal pengajuan anggaran belum terjadi hingga dua bulan kabar tersebut beredar.

"Kami sampaikan bahwa hingga saat ini kami belum pernah menerima proposal, belum pernah diajak ketemu untuk bicara soal ini," ujar Sarman saat dihubungi CNNIndonesia.com.

"Dan Kadin itu organisasi nirlaba jadi kalau katakanlah diminta kepada kami, kami bingung anggaran dari mana," ucap Sarman.

Sarman memgatakan, Kadin DKI Jakarta memiliki anggaran yang didapatkan dari iuran anggota. Dia mengklaim, pihaknya tidak mendapatkan anggaran dari Pemda DKI.

Menurut Sarman, akan keliru jika Ditlantas Polda Metro Jaya mengirimkan proposal soal anggaran ke pihaknya. Seharusnya Ditlantas Polda Metro Jaya memberikan proposal langsung kepada Pemprov DKI Jakarta.


Menurut Sarman, keberadaan Pak Ogah sama fungsinya dengan pasukan orange, pasukan hijau dan pasukan biru yang masuk dalam layanan fasilitas publik.

"Jadi kemungkinan kalau ini kan sebenarnya bagian dari pelayanan publik yang masuk bagian dari Pemda DKI Jakarta, apalagi Pemda punya pasukan hijau, biru, oranye," tuturnya.

Pemprov, kata Sarman, dapat meminta atau mengajukan anggaran upah Pak Ogah dengan sistem CSR karena masih berkaitan dengan pelayanan publik.

Sarman sendiri mengaku mendukung keberadaan Pak Ogah yang dapat mengatur lalu lintas. Dengan catatan, Pak Ogah tidak lagi meminta pungutan liar.

"Saya rasa kalau itu bagian dari pelayanan publik untuk Ditlantas ajukan proposal ke Pemprov karena keberadaan pengatur lalin akan sangat membantu apalagi kalau kondisi tertentu polantas kita terbatas," ucapnya.

"Kami mendukung tapi kalau anggaran pasti tidak menyanggupi hal itu karena kami organisasi nirlaba kemudian biaya operasional kami dari iuran anggota," tuturnya. 

LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER