Jakarta, CNN Indonesia -- Salah satu daftar warisan Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta sebelumnya untuk pemerintahan Anies Baswedan-Sandiaga Uno adalah penerapan jalan berbayar (
Electronic Road Pricing/ERP).
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Andri Yansyah mengaku belum bisa memastikan ERP di jalur protokol ibu kota bisa diterapkan. Alasannya, teknis pengoperasian masih dikaji jika diterapkan untuk mobil dan sepeda motor.
"Sesuai arahan Pak Wagub (Wakil Gubernur DKI Sandiaga Uno), ini dikaji dulu. Kita panggil pengamat dari berbagai aspek," kata Andri di Gedung DPRD DKI Jakarta, Rabu (8/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tentang ERP itu tertuang dalam
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2013-2017. ERP ini pernah diuji coba pada 15 Juli 2014 di Jalan Jenderal Sudirman
ERP diujicobakan pada 15 Juli 2014 di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta. Pada masa uji coba, gerbang pendeteksi ERP mampu mendeteksi
On-Board Unit (OBU) yang dipasang pada beberapa mobil Dishub DKI. Saat itu, gerbang pendeteksi mampu merekam nomor seri OBU, memotret kendaraan, dan mencatat pelat nomor kendaraan pelintas. OBU adalah alat sensor khusus yang harus ditempelkan di bagian dalam jendela depan pengemudi mobil.
Belakangan, Anies menginginkan teknologi ERP tak hanya diterapkan pada kendaraan roda empat saja, melainkan juga untuk sepeda motor.
 Anies Baswedan. (CNN Indonesia/Hesti Rika) |
Hal itu dilontarkan Anies setelah ia menyatakan akan mencabut larangan sepeda motor yang saat ini diberlakukan dari Jalan MH Thamrin hingga Merdeka Barat.
Terkait hal tersebut, Andri mengatakan ERP mampu mendeteksi semua plat kendaraan bermotor termasuk roda dua yang terpasang OBU.
"Sebenarnya, kalau ERP itu semuanya sudah canggih," kata Andri.
Namun, Andri menyebut masih akan mempelajari apakah semua pengendara motor mampu membeli OBU yang dihargai sekitar Rp200.000.
Pada pemerintahan sebelumnya, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) melarang sepeda motor melintas Jalan Thamrin-Merdeka Barat, yang lalu direncanakan diperluas hingga Jalan Sudirman demi mendukung rencana kebijakan ERP. Kala itu ERP disebutkan akan diberlakukan untuk mobil.
Kritikan DPRDPada kesempatan yang sama, Komisi B DPRD DKI Jakarta mengkritik lambannya Pemprov DKI Jakarta, khususnya Dishub dalam menerapkan ERP.
Kritikan tersebut disampaikan saat kedua pihak menghadiri rapat pembahasan Kebijakan Umum Anggaran Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUA-PPAS) anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) 2018 dari Dishub di hadapan Komisi B DPRD DKI, Rabu (8/11).
"Dari tahun ke tahun, kurang lebih ERP begini lagi begini lagi, terkait konsorsium, tendernya, dan lain-lain. Itu menurut saya adalah alasan klasik," kata anggota Komisi B DPRD DKI Rhendika Harsono.
Terlebih, lanjut Rhendika, salah satu permasalahan warga Jakarta yang paling mendesak adalah kemacetan.
Menanggapi kritik itu, Andri berdalih, ERP menggunakan teknologi mutakhir sehingga butuh waktu lama dalam menentukan pemenang lelang pengadaan teknologinya.
"Yang paling krusial, begitu kita lakukan lelang, kita dikomplain KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) sehingga harus revisi pergub. Dan ini kita harus diskusikan kembali," kata Andri di hadapan Komisi B.
Saat ini pun, kata Andri, pengadaan ERP sudah memasuki proses pelelangaan dan evaluasi prakualifikasi terhadap enam calon penyedia layanan ERP.
"Termasuk kemampuan finansial, pengalaman, profil perusahaan," ujar Andri.
Andri pun menyadari, Indonesia sesungguhnya terlambat dalam menerapkan ERP dibanding negara lain.
"Kita ingin yang
best practice dan
proven. (ERP) sudah dilakukan negara-negara berkembang, supaya jangan sampai yang kita lakukan justru terkendala teknologi jelek," kata Andri.
(kid/pmg)