KPK: Surat Pencegahan Setya Novanto Sah, Bukan Palsu

Feri Agus | CNN Indonesia
Kamis, 09 Nov 2017 19:08 WIB
KPK menyatakan, pencegahan Setya Novanto sah secara hukum, bukan penyalahgunaan wewenang, apalagi palsu. Pencegahan itu diatur dalam sejumlah undang-undang.
Jubir KPK Febri Diansyah menyatakan, pencegahan Setya Novanto sah secara hukum, bukan penyalahgunaan wewenang, apalagi palsu. Pencegahan itu diatur dalam sejumlah undang-undang. (CNN Indonesia/Safir Makki).
Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan surat perintah pencegahan terhadap Ketua DPR Setya Novanto untuk berpergian ke luar negeri sah secara hukum. Lembaga antirasuah itu menyebut tak ada penyalahgunaan wewenang apalagi memalsukan surat dalam pencegahan Novanto.

"Pelaksanaan pencegahan seseorang ke luar negeri adalah tindakan yang sah secara hukum, bukan penyalahgunaan wewenang apalagi pemalsuan surat," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Kamis (9/11).

Febri membeberkan, dasar hukum KPK meminta pencegahan terhadap seorang saksi ataupun tersangka tertuang dalam Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK dan Undang-Undang Nomor 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian, serta Peraturan Pemerintah Nomor 31 tahun 2013 tentang Keimigrasian.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Dalam UU KPK, aturan pencegahan tertuang dalam Pasal 12 ayat (1) huruf b, yang menyatakan KPK berwenang, "memerintahkan kepada instansi yang terkait untuk melarang seseorang bepergian ke luar negeri."

Sementara itu, dalam UU Keimigrasian tertuang dalam Pasal 91 ayat (2), menyatakan menteri melaksanakan pencegahan berdasarkan, "perintah Ketua KPK sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku."

Pelaksana pencegahan diatur lebih khusus dalam Pasal 226 ayat (2) PP Nomor 31/2013, yakni menteri melaksanakan pencegahan berdasarkan, "perintah Ketua KPK sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku."


Menurut Febri, tindakan pencegahan yang dilakukan KPK semata-mata untuk kepentingan penyidikan kasus dugaan korupsi yang tengah ditangani. Selain itu, pencegahan dilakukan untuk memastikan agar saksi ataupun tersangka tak berada di luar negeri ketika dijadwalkan diperiksa.

"(Pencegahan) terutama untuk memastikan saat saksi atau tersangka dipanggil maka mereka sedang tidak berada di luar negeri," ujar Febri.

Febri menambahkan, melihat putusan praperadilan yang diajukan Novanto beberapa waktu lalu, hakim Cepi Iskandar pun menolak permohonan terkait permintaan mencabut penetapan pencegahan terhadap Ketua Umum Partai Golkar itu.

Karena itu, Febri mengingatkan agar para saksi dan tersangka yang dipanggil mematuhi aturan hukum yang berlaku. "Terutama dalam pemenuhan kewajiban hukum untuk datang jika dipanggil sebagai saksi," ujar Febri.

Sementara itu, kuasa hukum Setnov, Fredrich Yunadi menolak menjelaskan rinci laporan dugaan penyalahgunaan wewenang dan pemalsuan surat perpanjangan pencegahan oleh Ketua dan Wakil Ketua KPK, Agus Rahardjo dan Saut Situmorang.


Fredrich enggan mengungkapkan detail objek laporan yang dimaksud tersebut. Menurut dia, hal itu sudah masuk materi penyidikan yang tidak bisa disampaikan ke publik. Apalagi, Polri sudah mengeluarkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) terhadap laporannya itu.

"Tidak bisa dibuka, itu sudah materi penyidikan. Biarkan nanti itu dibuka oleh mereka (aparat penegak hukum) nanti saat di pengadilan," ujar Fredrich kepada CNNIndonesia.com.

Laporan terhadap dua pimpinan KPK ke Bareskrim Polri dilakukan oleh Sandi Kurniawan yang merupakan anggota firma hukum Yunadi & Associates besutan Fredrich Yunadi.

Sandi memperkarakan dugaan penyalahgunaan wewenang dan pemalsuan surat perpanjangan pencegahan Setya Novanto dalam pengusutan kasus dugaan korupsi proyek e-KTP.

Perpanjangan pencegahan Novanto itu dikeluarkan KPK tak lama setelah Ketua DPR itu menang dalam praperadilan di PN Jakarta Selatan atas status tersangkanya. (osc/sur)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER