Jakarta, CNN Indonesia -- Secara berturut-turut, PDIP mengumumkan bakal calon kepala daerah yang diusungnya di Pilkada 2018 dalam waktu dekat. Hal itu disebut sebagai upaya untuk meraup kemenangan di Pilkada yang dapat berdampak pada prestasi di Pemilu 2019.
Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan, setidaknya ada dua alasan gerak cepat pihaknya itu. Pertama, partai bisa lebih cepat meyakinkan warga untuk menentukan pilihan. Kedua, partai dapat menjalin komunikasi lebih intens dengan partai lain untuk berkoalisi.
“Dengan diumumkan, kami akan fokus membangun kerja sama dengan partai lain. Di Bali, kami akan kerja sama dengan PAN, Hanura dan mereka yang mau gabung,” kata Hasto, kepada
CNNIndonesia.com, akhir pekan lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
PDIP sebelumnya mengumumkan kandidat kepala daerah yang diusungnya di Pilkada Jawa Timur (pasangan Saifullah Yusuf-Azwar Anas) dan Sulawesi Selatan (Nurdin Abdullah-Andi Sudirman Sulaiman), pada Minggu (15/10).
Partai berlogo kepala banteng moncong putih ini kemudian mengumumkan pasangan calon untuk Pilkada Bali, pada Sabtu (11/11). I Wayan Koster dan Bali Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati alias Cok Ace diusung sebagai calon gubernur dan wakil gubernur dari PDIP.
Sekadar informasi, partai yang dipimpin Megawati Soekarnoputri itu menjadi partai pertama yang mendeklarasikan pasangan calon pada tiga daerah tersebut.
Meski demikian, Hasto melanjutkan, pengumuman pasangan calon ini tidak dilakukan dalam rangka adu cepat dengan partai lain. Pihaknya sendiri sudah menempuh prosedur pencalonan sesuai dengan mekanisme partai.
 Pasangan calon Gubernur-Wakil Gubernur Bali di Pilkada 2018 yang diusung PDIP, I Wayan Koster dan Bali Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati alias Cok Ace. ( Foto: CNN Indonesia/Adhi Wicaksono) |
Ia juga mengaku pihaknya sudah siap mengumumkan pasangan calon untuk daerah lain. Dalam waktu dekat, PDIP akan mengumumkan pasangan calon untuk daerah Papua, Maluku, Maluku Utara, Nusa Tenggara Timur, dan Riau, secara bersamaan.
“Kami akan mengumumkan, tunggu momentum yang tepat,” kata Hasto.
Hasto tidak menjawab tegas ketika
CNNIndonesia.com bertanya terkait gerak cepat jelang Pilkada serentak 2018 ini dengan kekalahan di Pilkada DKI Jakarta.
"(Pilkada) DKI kami kalah. Prinsip, kami lihat dengan Pancasila dan kinerja, Jakarta diperlukan kepemimpinan tegas dan berani. Kami melihat (Gubernur-Wakil Gubernur DKI) sekarang juga belum lama jabat sudah begitu banyak kritik," ucap dia.
Saat ditanya tentang kaitan gerak cepat di Pilkada 2018 ini dengan persiapan Pemilu 2019, Hasto menilai itu tak banyak berkorelasi. Menurutnya, yang terpenting adalah mesin partai bekerja keras di Pemilu jenjang mana pun untuk meraih kemenangan.
"Kalau (Pemilu) 2019, kami yakin siapa yang bekerja di bawah, di tengah rakyat, maka rakyat (memberi) dukungan. Pilkada, Pileg, dan Pilpres tidak selalu linier. Tergantung mesin partai dan partai hadir di tengah rakyat," urainya.
Pada Pilkada DKI, PDIP mengumumkan secara resmi pasangan calon yang diusungnya, yakni Basuki T. Purnama-Djarot Saiful Hidayat, pada 20 September 2016. Hari-H pencoblosan putaran pertama Pilkada DKI adalah pada Rabu (15/2). Alhasil, PDIP dan pasangan calon punya waktu sekitar 5 bulan untuk mempersiapkan diri. Ketika itu, Basuki-Djarot kalah dari pasangan Anies baswedan-Sandiaga Uno.
Sementara, Pilkada Bali, Sulsel, dan Jawa Timur, yang merupakan bagian dari Pilkada serantak 2018, digelar pada 27 Juni 2018. Artinya, ada persiapan 7 bulan sebelum hari-H pencoblosan.
Terpisah, pengamat politik Karyono Wibowo menilai, gerak cepat PDIP merupakan bagian dari strategi pemenangan. Selain untuk meyakinkan warga, pengumuman pasangan calon juga memberikan kepastian untuk calon tersebut.
“Dengan pengumuman itu akan ada kepastian bagi pasangan calon untuk melangkah lebih jauh, membicarakan program pemenangan, dan memiliki waktu untuk menggalang dukungan,” kata Karyono.
Menurut dia, pengumuman kepastian pasangan calon yang diusung secara berlarut bisa menghantui pasangan calon dan membuatnya tidak bekerja maksimal.
Padahal, kata dia, kerja maksimal dapat membuka lebar pada pintu kemenangan di Pilkada. Sementara, kemenangan di Pilkada akan berdampak pada kemenangan pula di pemilu legislatif dan pemilu presiden.
“Jelas Pilkada ada korelasi dengan Pileg dan Pilpres. Nanti kan semua itu serentak (pada 2019),” tandasnya.
(arh/djm)