Jakarta, CNN Indonesia -- Majelis Ulama Indonesia menolak keras keputusan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
Wakil Ketua Umum MUI, Zainut Tauhid Sa'adi menegaskan bahwa pihaknya juga sama sekali tidak setuju dengan rencana AS memindahkan kedutaan besarnya dari Tel Aviv ke Yerusalem.
"MUI menolak keras tindakan AS memberikan pengakuan terhadap Yerusalem sebagai ibu kota Israel," ucap Zainut kepada CNNIndonesia.com melalui pesan singkat, Kamis (7/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Zainut menganggap keputusan Trump itu akan memperkeruh pandangan negara-negara Islam terhadap AS. Pengakuan AS terhadap Yerusalem sebagai ibu kota Israel pun bakal memicu ketegangan di kawasan Timur Tengah.
Zainut menyebut umat islam di seluruh dunia bakal bersikap berang menanggapi keputusan Trump tersebut.
"Dan yang pasti akan memperpanjang penderitaan bangsa Palestina karena semakin tidak memiliki kepastian akan kemerdekaannya," ucap Zainut.
Menurut Zaiut, Trump seharusnya memahami bahwa Yerusalem merupakan kota yang sedari dulu diperebutkan antara Palestina dan Israel. Trump, lanjut dia, seharusnya mengupayakan perdamaian antara Israel dan Palestina. Bukan malah sebaliknya.
MUI menilai tindakan Trump juga bertentangan dengan semangat Resolusi Dewan Keamanan PBB 2334. Dalam resolusi itu, DK PBB menuntut Israel menghentikan semua kegiatan pemukiman di Yerusalem Timur termasuk pemimdahan ibukotanya dari Tel Aviv ke Yerusalem.
Masih Merujuk dari DK PBB itu, lanjut Zainut, Trump seharusnya menolak tindakan Israel tersebut bukan malah memberi pengakuan.
"Hal tersebut membuktikan bahwa Donald Trump AS tidak memiliki kepekaan terhadap perasaan umat Islam di seluruh dunia," ujar zainut.
Zainut mengatakan, MUI meminta kepada Pemerintah Indonesia untuk mengadakan pertemuan dengan negara-negara berpenduduk muslim di seluruh dunia. Pertemuan itu mesti mengevaluasi tindakan Trump yang mengakui Yerusalem sebagai ibukota Istrael. Pula, mendesak PBB agar memberikan sanksi berat kepada Israel dan AS.
"Karena kedua negara tersebut telah nyata-nyata melanggar resolusi DK PBB," ucap Zainut.
(gil)