Jakarta, CNN Indonesia -- Perserikatan Bangsa-bangsa didesak segera bersikap dengan menentang kebijakan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang secara resmi mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
"Karena bertentangan dengan hukum internasional, resolusi Dewan Keamanan PBB, dan usaha perdamaian regional," kata Wakil Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid dalam pesan singkatnya kepada wartawan, Kamis (7/12).
Selain menentang kebijakan itu, PBB juga diminta agar bersikap tegas. "Termasuk memberikan ancaman sanksi," lanjut Meutya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tindakan Trump, kata dia, bertentangan dengan resolusi internasional, salah satunya Resolusi PBB 478 tahun 1980 yang menyerukan seluruh negara menarik perwakilan diplomatiknya di Yerusalem.
Meutya menjelaskan, kebijakan tersebut akan membuat usaha negosiasi perdamaian antara Israel dan Palestina yang diupayakan selama ini dengan dukungan internasional terancam. Hal ini juga dinilai berpotensi menimbulkan eskalasi konflik di antara kedua negara.
 Wakil Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid (CNNIndonesia/Aulia Bintang Pratama) |
"Mendesak Kementerian Luar Negeri RI untuk melakukan protes keras atas upaya yang dilakukan Donald Trump terkait pemindahan Kedutaan Besar AS ke Yerusalem, serta mendorong AS agar tetap menghargai status quo seperti pada saat ini," ujarnya.
Terpisah, Anggota Komisi I DPR Charles Honoris menambahkan, dalam forum PBB Indonesia harus menyuarakan dan mengingatkan agar resolusi-resolusi DK PBB terkait Yerusalem bisa ditegakan.
"Bahkan, Indonesia bisa berperan dalam menggalang negara-negara anggota PBB untuk menginisiasi sebuah resolusi dalam forum Sidang Umum PBB yang menegaskan kembali bahwa Yerusalem bukan ibu kota Israel," ujar Charles dalam keterangannya hari ini.
Politikus PDIP ini menilai, langkah Trump sangat membahayakan proses perdamaian yang sudah diupayakan selama puluhan tahun. Dia khawatir hal ini bisa menjadi amunisi tambahan bagi kelompok-kelompok yang kerap membajak isu Palestina untuk menyebarkan paham radikal dan melakukan aksi-aksi terorisme.
Trump secara resmi mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Keputusan Trump ini berlandaskan pada satu undang-undang yang sudah diloloskan oleh Kongres AS sejak 1995.
Hukum itu mengatur pengakuan AS bahwa Yerusalem adalah ibu kota Israel dan mengesahkan pendanaan pemindahan kantor Kedutaan Besar AS dari Tel Aviv ke Yerusalem.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres telah mengkritik Trump yang mengakui secara resmi Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Guterres menegaskan bahwa status Yerusalem hanya bisa diselesaikan lewat negosiasi antara Israel-Palestina.
"Status akhir Yerusalem harus diselesaikan melalui perundingan langsung antara kedua pihak dengan dasar resolusi terkait Sidang Majelis Umum dan Dewan keamanan, dengan memperhatikan kepentingan sah kedua pihak, Palestina dan Israel," kata Guterres.
(gil)