Jakarta, CNN Indonesia -- Calon tunggal Kepala Badan Intelijen Negara yang diajukan Presiden Joko Widodo kepada DPR, Komisaris Jenderal Budi Gunawan, diragukan dapat dengan mudah memimpin badan telik sandi.
Pengamat pertahanan Connie Rahakundini mengatakan, selama ini, mayoritas kepala BIN berlatar belakang tentara. Hanya ada sedikit petinggi Polri yang pernah menjadi orang nomor satu di lembaga itu, salah satunya mantan Kapolri Jenderal (Purn) Sutanto
"Kalau melihat sejarah, kekuatan BIN ada di militer," kata Connie di Jakarta, Sabtu (3/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Connie menuturkan, fungsi intelijen kepolisian berbeda dengan apa yang dijalankan agen BIN. Fungsi lembaga telik sandi itu ada pada tahap pencegahan, sementara intelijen Polri bertugas memverifikasi perkara yang telah terjadi.
"Intelijen keamanan melakukan investigasi setelah kejadian, sementara fungsi BIN mengantisipasi kejadian," tuturnya.
Connie berkata, lembaga intelijen di beberapa negara maju dipegang oleh militer. Central Intelligence Agency di Amerika Serikat dan Mossad di Israel adalah dua contoh yang disebutnya.
"Jangan sampai institusi sepenting dan sestrategis BIN hanya jadi tempat menampung politisi. Ada kecenderungan begitu," kata Connie.
Wakil Komisi I DPR RI Meutya Hafid tidak ingin berpolemik soal latar belakang kepala BIN, berasal dari TNI atau Polri. Meskipun Kepala BIN dipimpin perwira polisi, kata Meutya, para deputi badan itu tetap berasal dari militer.
"Saya kurang sepakat kalau harus membandingkan polisi dan militer dalam posisi Kepala BIN," katanya
Bagi Meutya yang perlu dibenahi dalam kepemimpinan BIN ke depan adalah pendekatan untuk mengantisipasi bahaya. Perkembangan teknologi informasi menjadi tantangan bagi BIN ke depan.
"Yang paling utama adalah kecakapan. BIN itu tupoksinya penginderaan dini. Dia mata dan telinga, supaya ada pencegahan yang bisa menggangu ketertiban atau keamanan masyarakat," kata Meutya.
(abm)