Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir mengatakan, klaim sepihak Amerika Serikat (AS) soal Yerusalem sebagai ibu kota Israel akan memicu konflik baru di kawasan Timur Tengah. Hal itu juga membuktikan bahwa AS tak memiliki komitmen perdamaian di Timur Tengah.
"Apakah AS tidak ingin menyaksikan Timur Tengah yang damai dan kondusif? Jika rencana pemindahan Kedubes AS ke Yerusalem itu diwujudkan, maka akan memicu konflik politik baru di kawasan itu (Timur Tengah)," ujar Haedar ketika dikonfirmasi, Kamis (7/12).
Haedar mengatakan, Dewan Keamanan (DK) PBB seharusnya bersikap tegas dan membatalkan keputusan politik AS yang disebutnya "ugal-ugalan" itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dewan Keamanan PBB mestinya memberikan pandangan agar rencana ugal-ugalan politik seperti itu dibatalkan dan tidak boleh diteruskan," cetusnya.
Terpisah, Ketua PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak menyayangkan sikap AS tersebut. AS, yang sejak dulu berdiri di belakang dan mendukung penuh Israel, katanya, tak mau merawat komitmen perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) dan mencegah penjajahan di Timur Tengah.
"Jadi, sikap AS seperti itu seharusnya membuka mata dunia, bahwa AS bukan negara yang merawat komitmen HAM dan anti-penjajahan," ujarnya.
Danhil mengajak para pemimpin dunia dan siapapun untuk melakukan tekanan terhadap AS agar dpat membatalkan keputusan kontroversialnya itu.
"Sebab itu penting warga dunia untuk melakukan political pressure terhadap Amerika Serikat. Saran saya, desakan untuk memberikan tekanan politik bisa dilakukan oleh masyarakat dunia baik melalui negara secara resmi atau melalui warga negera," tandasnya.
Pada Rabu (6/12), Presiden AS Donald Trump secara resmi mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
“Saya sudah memutuskan bahwa ini waktunya untuk mengakui secara resmi Yerusalem sebagai ibu kota Israel,” ujar dia dalam pidatonya di Gedung Putih, Washington DC.
(arh/gil)