Jakarta, CNN Indonesia -- Anggota Dewan Kehormatan DPP Golkar Ginandjar Kartasasmita memprediksi rapat paripurna DPR tidak akan mengesahkan Aziz Syamsuddin sebagai Ketua DPR menggantikan Setya Novanto.
Menurutnya, penunjukkan Azis sebagai Ketua DPR oleh Setnov berlangsung secara ganjil dan tidak sesuai dengan prosedur.
"Saya yakin Aziz tidak disahkan sebagai Ketua DPR dalam rapat paripurna. Tidak akan terjadi pengesahan," ujar Ginandjar saat dihubungi, Senin (11/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ginandjar menuturkan, Ketua DPR merupakan jabatan strategis yang memerlukan pertimbangan khusus. Bahkan, Ginandjar menilai, jabatan Ketua DPR setara dengan Presiden.
Oleh karena itu, jabatan tersebut tidak bisa diputuskan secara sepihak atau terkesan diwariskan.
"Jabatan ketua dpr harus diproses sebagaiman harusnya, ini kan kayak diwariskan. Jadi ini sesuatu yang keliru," ujarnya.
Di sisi lain, Ginandjar melihat, penunjukkan Aziz sebagai bentuk memertahankan kekuasaan Setnov. Tindakan tersebut, seolah semakin memperparah citra Golkar yang saat ini terpuruk karena berbagai hal.
Menurutnya, cara tersebut harus ditinggalkan agar Golkar bisa mengembalikan posisinya sebagai partai pengusa.
"Kejadian ini cermin dari Golkar selama beberapa tahun terakhir ini, cerminnya saat ini betapa tidak dewasanya, cermin betapa orang-orang yang berkuasa ingin mempertahankan kekuasaannya dengan segala cara," ujar Ginandjar.
Pengamat politik dari Charta Politica, Yunarto Wijaya, menilai penunjukan Aziz sebagai upaya Novanto mempertahankan kekuasaan untuk melindungi dirinya dari jeratan hukum e-KTP.
Setnov, kata dia, seharusnya cukup menunjuk Pelaksana Tugas Ketua DPR hingga DPP Golkar menggelar Munaslub untuk mengganti Ketum DPP Golkar.
"Pimpinan DPR bisa menunjuk pelaksana tugas Ketua DPR seperti saat muncul kasus Papa Minta Saham. Ini sambil menunggu pemilihan ketum Golkar yang baru," ujar Yunarto.
Yunarto berkata, DPR tidak seharusnya mengabaikan surat penunjukkan Azis sebagai Ketua DPR yang dibuat Setnov dari balik panjara KPK. Sebab, kata dia, DPR sebagai lembaga terhormat bukan milik pribadi atau golongan tertentu saja.
"Bagaimana mungkin Ketua lembaga tinggi negara sekelas DPR ditunjuk oleh orang yang berada dalam penjara. Ini sangat tidak etis," ujarnya.
Lebih dari itu, Yunarto menyarankan, seluruh fraksi di DPR berupaya menolak surat Novanto tersebut. Jika tidak, ia mempredikasi, kredibilitas DPR akan semakin terdegradasi.
"Kalau DPR meloloskan ini maka sama saja mempertontonkan yang salah. DPR sekarang ini sudah ada pada titik nadir. DPR tak boleh dikuasai orang tertentu," ujar Yunarto.
Menolak AzizSekelompok anggota Fraksi Golkar meminta pimpinan DPR menunda agenda pelantikan Aziz Syamsuddin sebagai Ketua DPR baru menggantikan Setya Novanto dalam sidang paripurna penutupan masa sidang DPR.
Berdasarkan dokumen yang diterima
CNNIndonesia.com, permintaan penundaan itu tertuang dalam surat pernyataan penolakan Aziz yang ditandatangai oleh sejumlah anggota Fraksi Golkar tertanggal 11 Desember 2017.
"Kami menyatakan pergantian Ketua DPR untuk saat ini belum dapat dilakukan karena tidak sesuai dengan mekanisme organisasi," mengutip surat pernyataan tersebut.
Dalam keterangannya, surat pernyataan dibuat untuk menindaklanjuti pengunduran diri Setnov sebagai Ketua DPR dan rencana pergantian posisi Ketua DPR menjadi Aziz Syamsuddin.
Alasan penundaan dilakukan karena rapat Pleno DPP Golkar pada 21 November 2017 telah memutuskan pergantian Setnov selaku Ketua DPR dilakukan setelah proses praperadilan. Setnov mengajukan praperadilan untuk status tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek e-KTP.
Dalam surat itu dijelaskan rapat pleno merupakan forum pengambilan tertinggi setelah Munas dan Rapimnas di mana pesertanya terdiri dari Ketua Umum dan pengurus partai Golkar. Salah satu dari dua unsur itu dapat diwakilkan namun tidak dapat sepihak membatalkan keputusan rapat pleno.
"Keputusan rapat pleno hanya bisa dibatalkan oleh keputusan pleno atau instasi pengambil keputusan yang lebih tinggi, yaitu Rapimnas dan Munas," tulis surat tersebut.
Di sisi lain, Pelaksana Tugas Ketum DPP Golkar Idrus Marham juga diminta berkoordinasi dengan Ketua Harian, Koordinator Bidan, dan Bendahara Umum sebelum mengambil keputusan strategis.
Lebih dari itu, penolakan pelantikan terkait dengan adanya usulan Munaslub dari 2/3 DPD Golkar tingkat I. Usulan itu secara lansung mewajibkan DPP menggelar Munaslub dan tidak mengambil keputusan strategis apapun.
Berdasarkan data dalam surat tersebut, sebanyak 50 anggota Fraksi Golkar telah membubuhkan penolakan Aziz sebagai Ketua DPR menggantikan Setnov. Beberapa nama yang menolak, di antaranya Agus Gumiwang Kartasasmita, Bambang Susatyo, Syamsul Bachri, Rambe Kamarul Zaman, Mukhamad Misbakhun, Adies Kadir, Dave Laksono, dan Sarmuji.
Beberapa nama lain, yakni Kahar Muzakir, Roem Kono, Melchias Mekeng, TB Ace Hasan Syadzily, Satya Yudha, hingga Ade Komarudin.
(ugo)