Komnas HAM Desak Presiden Setop Hukuman Mati

Bimo Wiwoho | CNN Indonesia
Rabu, 13 Des 2017 02:57 WIB
Presiden Jokowi diminta tidak mengeksekusi terpidana mati kasus Narkoba Zulfiqar Ali, mencabut hukuman mati dan memberi grasi pria asal Pakistan tersebut.
Presiden Jokowi diminta tidak mengeksekusi terpidana mati kasus Narkoba Zulfiqar Ali, mencabut hukuman mati dan memberi grasi pria asal Pakistan tersebut. (CNN Indonesia/Safir Makki).
Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia meminta Presiden Joko Widodo agar menghentikan penerapan hukuman mati untuk segala jenis kejahatan di Indonesia.

Komisioner Komnas HAM Mochamad Choirul Anam mengatakan, sejak dulu Komnas HAM tidak setuju dengan adanya hukuman mati karena jelas melanggar hak asasi manusia.

“Komnas HAM Menentang hukuman mati atau moratorium hukuman mati. Intinya Jangan ada lagi hukuman mati,” ucap Choirul kepada CNNIndonesia.com, Selasa (12/12).

Choirul ingin pemerintah bersama segala pihak yang berkepentingan untuk menghapus undang-undang mengenai hukuman mati. Itu adalah langkah paling ideal bagi Indonesia dalam menghormati hak asasi manusia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Akan tetapi, Choirul mengamini bahwa menghapus undang-undang membutuhkan waktu yang panjang. Oleh karena itu, dia cenderung mendorong Jokowi untuk melakukan moratorium hukuman mati. Tujuannya tetap sama, yakni tidak ada lagi orang yang dieksekusi mati.

“Idealnya membatalkan, tapi kalau butuh waktu, sambil menungu proses itu ya lebih baik moratorium,” ucap Choirul.

Menurut Choirul, ada dua skema dalam moratorium hukuman mati. Pertama, mereka yang sudah divonis hukuman mati, tidak dieksekusi. Kedua, jangan ada lagi satu pun pelaku kejahatan yang divonis mati.

Choirul mengatakan Indonesia bisa meniru Inggris dalam mempraktikkan moratorium. Di Inggris masih ada undang-undang mengenai hukuman mati, tetapi masyarakat setuju agar tidak ada pemberian vonis hukuman mati kepada pelaku kriminal.

“Maka sekarang enggak ada orang yang dihukum mati dan tidak ada yang dipidana hukuman mati. Itu bisa dicontoh Indonesia,” ujar Choirul.

Choirul lalu menegaskan bahwa pihaknya akan selalu sepaham dengan lembaga HAM di seluruh dunia, yaitu tidak setuju dengan penerapan hukuman mati. Komnas HAM sendiri, lanjut Choirul, masih sama sejak dulu dan tidak akan pernah berubah.

“Sikap Komnas HAM sama sejak dulu, menentang hukuman mati,” tukas Choirul.


Grasi untuk Terpidana Pakistan

Dalam kesempatan yang sama, Mochamad Choirul Anam juga meminta Presiden agar tidak mengeksekusi terpidana mati Zulfiqar Ali. Dia meminta Kepala Negara untuk mencabut hukuman mati dengan memberi grasi kepada warga negara Pakistan tersebut.

Choirul mengutarakan hal itu usai mengadakan audiensi dengan perwakilan dari Imparsial dan Koalisi untuk Hapus Hukuman Mati di Kantor Komnas HAM, Jakarta.

“Kami berharap ada respon positif dari Presiden (Joko Widodo) untuk memberikan grasi terhadap Zulfiqar Ali,” ucap Choirul.

Zulfiqar Ali merupakan pria berusia 53 tahun berkebangsaan Pakistan. Mantan pengusaha tekstil itu divonis mati pada 14 Juni 2005 atas kepemilikan heroin seberat 300 gram. Pada masa pemerintahan Jokowi, Zulfiqar masuk dalam 14 nama yang akan dieksekusi mati.

Choirul menjelaskan ada sejumlah alasan Zulfiqar tidak patut dihukum mati. Pertama, aspek yang perlu dilihat dalam konteks hukum sebelum eksekusi dilakukan adalah tingkat berbahaya si terpidana mati. Choirul menganggap Zulfiqar sudah tidak berbahaya, dan tidak akan melakukan kejahatan kembali karena tengah dirawat di rumah sakit akibat kanker hati stadium IV yang dideritanya.

“Dalam kondisi sakit begini enggak mungkin dia berbahaya. Wong merawat dirinya sendiri saja susah payah kok,” tutur Choirul.

Alasan lain yakni mengenai surat yang dikeluarkan oleh mantan Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie kepada Jokowi Juli 2016 lalu.

Dalam surat itu, Habibie mengimbau Jokowi agar mempertimbangkan kembali rencana eksekusi mati terhadap Zulfiqar. Habibie meminta hal itu karena advokat dan LSM yang mempelajari kasus tersebut telah menemukan fakta bahwa Zulfiqar tidak bersalah.

“Tidak ada lagi alasan signifikan yang menghalangi Zulfikar untuk mendapatkan hak atas grasinya,” ujar Choirul.

Imparsial dan Koalisi untuk Hapus Hukuman Mati (Koalisi HATI) menambahkan alasan yang telah diutarakan Choirul.

Mereka mengatakan, Zulfiqar divonis hukuman mati hanya berdasarkan pernyataan Gurdip Singh. Gurdip sendiri adalah pria berkebangsaan India yang tertangkap tangan memiliki 300 gram heroin.

Pada saat diperiksa kepolisian, Gurdip mengaku heroin tersebut milik Zulfiqar. Namun Gurdip menarik pernyataannya itu secara tertulis di depan pengadilan dan menyatakan bahwa Zulfiqar tidak bersalah.

Imparsial dan Koalisi Hati menganggap Zulfiqar merupakan korban dari proses peradilan yang tidak adil (unfair trial). “Mendesak negara untuk membebaskan Zulfiqar Ali demi kepentingan hukum dan kemanusiaan,” Seperti dikutip dari siaran pers. (lav)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER