Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Ketua Dewan Kehormatan Partai Golkar Akbar Tandjung menyebut ada kemungkinan nasib Setya Novanto di Golkar dibahas dalam acara musyawarah nasional luar biasa (Munaslub).
Pembahasan tersebut bisa dilakukan jika para peserta munaslub ingin memberikan masukan pemikiran atau saran tindakan terhadap kader Golkar yang dianggap melakukan perbuatan-perbuatan tidak tercela.
"Apalagi kalau tindakan korupsi yang sudah berlaku hukum tetap, bisa saja kalau ada usulan-usulan itu," kata Akbar di sela acara Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Partai Golkar di JCC Senayan, Jakarta, Selasa (19/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Akbar, apa yang menimpa Setnov bisa dijadikan bahan pembelajaran bagi kepengurusan DPP Golkar yang baru nanti agar menghindari korupsi atau perbuatan melanggar hukum lainnya.
"Dijadikan bahan untuk kepemimpinan DPP yang akan datang supaya bisa juga menghindari hal-hal yang sama," ujar mantan Ketua Umum Golkar ini.
Namun Akbar enggan menanggapi atau memberi usulan mengenai nasib Setnov di partai beringin. Dia menyebut proses hukum Setnov masih berjalan sampai sekarang dan belum ada putusan berkekuatan hukum tetap atau inkrah.
"Kita kan negara hukum, negara hukum itu ada prasangka tidak bersalah," ucap Akbar.
Pengurus harus bersih dari 'citra Setnov'Politikus Partai Golkar Yorrys Raweyai mengatakan, kepengurusan baru yang terbentuk hasil revitalisasi pada Munaslub harus mencerminkan slogan Golkar bersih.
Menurut Yorrys, kepengurusan baru nanti tidak boleh terseret dengan stigma yang berkaitan dengan kasus yang menjerat Setya Novanto.
"Kalau kita bicara konteks Golkar bersih maka tak boleh ada stigma seakan-akan partai ini diseret dalam kasus pribadinya ketua umum," kata Yorrys.
Kepengurusan baru sesuai dengan slogan Golkar bersih, kata Yorrys, dapat mengembalikan citra partai yang tengah terpuruk. Selain itu diperlukan soliditas kepengurusan untuk menaikan elektabilitas partai.
"Kalau masih mencerminkan
status quo yah publik yang akan menilai tapi biarlah ini berproses secara demokrasi," katanya.
Sementara itu, Politikus Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia mengatakan, istilah revitalisasi tidak tepat digunakan karena munaslub seharusnya memilih kepengurusan baru secara menyeluruh.
"Yang kami inginkan bukan hanya mengganti Pak Setnov kepada Airlangga. Yang kami inginkan adalah perubahan menyeluruh, baik perubahan struktural maupun kultural dalam menata partai sebagai parpol," kata Doli.
Doli juga mengakui jika citra buruk dan elektabilitas yang terpuruk dipengaruhi oleh segelintir pengurus, seperti Setya Novanto sebagai contoh nyata.
"Bagi orang-orang yang selama ini dikesankan punya masalah terhadap hukum saya kira dengan legowo hati demi kemajuan partai tidak bisa lagi ditonjolkan. Apalagi kemudian sosok-sosok kontroversial selama ini yang membuat partai ini dikuatkan citra buruknya oleh tokoh-tokoh itu," ujarnya.
Setnov saat ini tengah menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor dalam kasus dugaan korupsi proyek e-KTP. Dia didakwa melakukan korupsi bersama sejumlah pihak dalam proyek yang disinyalir merugikan negara Rp2,3 triliun tersebut.
(osc/gil)