Jakarta, CNN Indonesia -- Jaksa Agung Muhammad Prasetyo membantah pihaknya telah menelantarkan penanganan kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) masa lalu.
Menurutnya, pihaknya sebagai peniliti sulit meningkatkan sejumlah kasus pelanggaran HAM masa lalu ke tahap penyidikan karena rentang waktu kejadian yang sudah belasan hingga puluhan tahun.
"(Kasus) yang kami terima selama ini sudah terjadi puluhan taun lalu. Saya pahami, siapa pun yang melakukan penyidikan akan kesulitan menemukan bukti yang dibutuhkan. Sehingga, kejaksaan sebagai peneliti akan sulit meningkatkan ke penyidikan," kata Prasetyo di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Selasa (9/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi, bukan berarti kami menelantarkan perkara ini.”
Berangkat dari itu, lanjutnya, kejaksaan menawarkan proses penyelesaian kasus pelanggaran HAM masa lalu lewa jalur non yudisial atau rekonsiliasi. Menurut dia, rekonsiliasi merupakan cara paling tepat pada saat ini.
Prasetyo meyakini pemerintah era manapun akan sulit menangani kasus pelanggaran HAM masa lalu lewat jalur yudisial. Dia pun meminta semua pihak memahami kesulitan yang dihadapi kejaksaan ini.
"Itu akan dibawa ke pengadilan. Kalau dipaksakan, toh hasilnya mungkin akan mengecewakan," tutur Prasetyo.
Komisi Nasional (Komnas) HAM menyatakan telah merancang empat prioritas untuk dituntaskan di tahun 2018. Salah satunya adalah memberikan perhatian khusus dan menuntaskan pelbagai kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.
Komisioner Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik, menyatakan pihaknya bakal memprioritaskan penuntasan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu pada 2018 mendatang.
"Tentu kita tetap dengan prioritas kita terus mendorong penyelesaian HAM masa lalu," ujar Ahmad ketika ditemui di Kantor Komnas HAM, Menteng, Rabu (20/12).
Sementara itu, komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara mengatakan pihaknya berencana meminta Jaksa Agung agar mengangkat tim dari kejaksaan untuk mempermudah alur penyelesaian pelanggaran HAM berat yang terjadi di masa lalu.
Menurutnya, tanggung jawab menyelesaikan pelanggaran HAM berat bukan menjadi tanggung jawab Komnas HAM saja, tetapi juga pemerintah.
"Setelah (konsolidasi internal) itu kami akan koordinasi dengan Presiden, kementerian, dan Jaksa Agung. Kami akan berpikir bagaimana mengupayakan (penyelesaian HAM berat) itu karena kewenangan Komnas HAM terbatas,” katanya.
Komisioner Komnas HAM yang lain, Choirul Anam, mengatakan Presiden harus memiliki kemauan politik untuk menyelesaikan permasalahan HAM masa lalu. Jika tidak, permasalahan itu diyakini Anam tak akan selesai.
Anam mengaku para komisioner yang baru terpilih ini belum memiliki target waktu penyelesaian HAM masa lalu. Namun ia memastikan permasalahan tersebut akan diselesaikan secepat mungkin.
"Presiden harus memiliki political will agar ini tetap jalan terus. Prinsipnya semakin cepat semakin baik," ujar dia.
(aal)