Setnov Ajukan Diri Jadi 'Justice Collaborator' Kasus e-KTP

Feri Agus | CNN Indonesia
Rabu, 10 Jan 2018 20:32 WIB
Alasan Setya Novanto jadi justice collaborator ingin bekerja sama dengan KPK membongkar kasus korupsi yang ditaksir merugikan negara hingga Rp2,3 triliun.
Salah satu kuasa hukum Setya Novanto, Firman Wijaya mengatakan, pengajuan diri kliennya sebagai justice collaborator lantaran ingin bekerja sama dengan KPK dalam membongkar kasus korupsi yang ditaksir merugikan negara hingga Rp2,3 triliun. (CNN Indonesia/Andry Novelino)
Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua nonaktif Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Setya Novanto secara resmi telah mengajukan permohonan menjadi justice collaborator (JC) dalam kasus korupsi proyek pengadaan e-KTP, kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Tadi saya cek (permohonan JC) sudah diajukan ke penyidik," kata juru bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Rabu (10/1).

Justice collaborator adalah salah satu pelaku tindak pidana tertentu, mengakui yang dilakukannya, bukan pelaku utama dalam kejahatan tersebut serta memberikan keterangan sebagai saksi di dalam proses peradilan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Penjelasan justice collaborator itu tertuang dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2011 tentang Perlakuan Bagi Pelapor Tindak Pidana (Whistle Blower) dan Saksi Pelaku yang Bekerjasama (Justice Collaborator) di dalam Perkara Tindak Pidana Tertentu.

Febri melanjutkan, surat permohonan menjadi justice collaborator dari terdakwa korupsi e-KTP itu akan terlebih dahulu dipelajari penyidik bersama pimpinan KPK. Menurut dia, ada syarat yang harus dipenuhi Setnov sebelum pimpinan KPK menetapkan status juctice collaborator.

"Tentu nanti akan dibaca dan dipelajari dulu oleh tim dan dibahas bersama. Ada syarat-syarat yang harus dipenuhi," tuturnya.

Sementara itu, kuasa hukum Setnov, Firman Wijaya mengatakan, pengajuan diri kliennya sebagai justice collaborator lantaran ingin bekerja sama dengan KPK dalam membongkar kasus korupsi yang ditaksir merugikan negara hingga Rp2,3 triliun.

"Iya saksi pelaku bekerja sama lah. Pastilah akan mengungkap (pelaku lain)," kata Firman.

Setnov didakwa mengintervensi pelaksanaan proyek pengadaan e-KTP di Kementerian Dalam Negeri, dengan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi. Atas tindakannya itu negara ditaksir mengalami kerugian mencapai Rp2,3 triliun.

Mantan Ketua Umum Partai Golkar itu pun mendapat jatah sebesar US$7,3 juta dan jam tangan merek Richard Mille seri RM 011 senilai US$135 ribu dari proyek senilai Rp5,8 triliun tersebut.

Dalam dakwaan Setnov, ada sejumlah pihak yang turut diperkaya dari megaproyek e-KTP, mulai dari mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri Diah Anggraini, mantan Direktur Utama PNRI Isnu Edhi Wijaya.

Kemudian sejumlah pihak swasta yang diuntungkan dalam proyek e-KTP, di antaranya pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong, almarhum Johannes Marliem selaku Direktur Biomorf Lone LLC, hingga sejumlah anggota Tim Fatmawati.

Tak hanya perorangan, pihak yang diuntungkan lainnya adalah perusahaan anggota Konsorsium PNRI, di antaranya PT Sandipala Arthaputra, PT Quadra Solution, dan PT Mega Lestari Unggul. (djm)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER