Jakarta, CNN Indonesia -- Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan berencana menghidupkan kembali angkutan becak sebagai sarana transportasi perkampungan di Ibu Kota.
Anies mengakui terikat poin perlindungan dan penataan becak pada kontrak politiknya saat kampanye Pilkada DKI 2017 lalu.
Rencana Anies itu disambut baik oleh para pengayuh becak di Jakarta. Mastirung (45) salah satunya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejak 1997 Mastirung telah melakoni profesinya menjadi tukang becak di kawasan Jalan Tanah Tinggi XII, Kelurahan Tanah Tinggi, Kecamatan Johar Baru, Jakarta Pusat.
Pantauan
CNNIndonesia.com, Senin (22/1), di wilayah Tanah Tinggi, Mastirung tak sendiri. Ada sekitar puluhan becak kayuh di sini.
Salah satu titik mangkal para tukang becak itu ada di depan Pasar Tanah Tinggi. Mereka masih hilir mudik di jalan-jalan perkampungan mengantarkan penumpang, kebanyakan para pengunjung pasar.
Tarif yang dipatok pun bervariasi, mulai dari Rp10 ribu hingga Rp15 ribu sekali perjalanan.
Per harinya, Mastirung biasa mengantongi pendapatan Rp70 ribu sampai Rp100 ribu. Penghasilan itu dia peroleh usai melakoni kerja dari pukul 04.00 WIB hingga 20.00 WIB.
"Kalau ramai bisa sampe Rp100 ribu per hari, kalau sepi kadang Rp70 ribu," ujarnya.
Mastirung mengatakan, kebanyakan pelanggannya adalah pengunjung Pasar Tanah Tinggi. Penumpang biasa ramai pada pagi dan sore hari.
"Itu jam-jam orang pergi ke pasar, yang bawa belanjaan dan tak pakai kendaraan, banyak pasti milih becak, ramai jadinya," ujarnya.
Pria tiga anak asal Cirebon itu mengadu nasib ke Jakarta untuk berprofesi sebagai penarik becak karena tuntutan perbaikan nasib ekonomi keluarga.
Saat itu, ia berharap, Jakarta akan ramah terhadap orang kecil sepertinya yang mengandalkan becak untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Saat memilih pindah untuk menetap Jakarta, ia mendapati bahwa becak sudah dilarang untuk beroperasi.
"Saya kira waktu itu masih dibolehkan narik becak, ternyata tidak boleh. Tapi mau bagaimana lagi, cuma dari sini pendapatan saya," ujarnya.
 Aktifitas becak di Pasar Bahari, Tanjung Priok, Jakarta. (CNN Indonesia/Hesti Rika) |
Satpol PP Jadi MomokBecak mulai dilarang beroperasi di Ibu Kota sejak April 1990. Larangan itu itu ditetapkan melalui Peraturan Daerah Nomor 11 tahun 1988 tentang pelarangan becak di Ibukota dan Perda DKI Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum.
Meski dilarang, Mastirung bersama sekitar puluhan orang lainnya tetap menggantungkan hidup dari menarik becak di seputaran Tanah Tinggi. Resikonya, mereka seringkali dikejar-kejar petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP).
Selama berprofesi sebagai penarik becak, Mastirung mengaku sudah tiga kali becaknya dirazia dan tak dikembalikan Satpol PP meski hanya beraktivitas di jalan-jalan kampung.
Jika sudah disita, ia terpaksa merogoh kocek untuk membeli becak baru senilai Rp800 ribu agar bisa kembali meraup rezeki.
"Saya tahu ada razia itu hari Rabu dan Kamis, kalau sudah di razia, enggak bakal dikembalikan, terpaksa saya beli baru," aku Mastirung.
Mastirung, pengayuh becak di Tanah Tinggi menyambut baik rencana Anies Baswedan dan berharap janji manisnya direalisasikan. (CNN Indonesia/Ramadhan Rizki Saputra). |
Karena itu, Mastirung merasa bahagia menyambut rencana Anies yang ingin menghidupkan kembali becak di Ibu Kota.
"Saya senang sekali, kan di koran ramai soal itu. Tukang becak di sini senang semua," ujarnya.
Mastirung sudah merasa dampak perubahan meski kebijakan menghidupkan kembali becak baru sebatas rencana. Hal itu terlihat dari para tukang becak lama yang dulu sempat vakum kini beroperasi kembali.
Ia menyebut setidaknya ada lima orang yang kini kembali melakoni profesi sebagai tukang becak di kawasan Tanah Tinggi pasca rencana kebijakan Anies tersebut.
"Dampaknya sudah mulai. Orang-orang yang dulu tidak narik becak sekarang narik lagi," ungkapnya
Ia berharap nantinya Anies benar-benar mewujudkan janji manisnya tersebut. Meski hanya diperbolehkan beroperasi di jalan kampung, ia mengaku akan merasa leluasa dalam beraktivitas tanpa rasa takut dikejar-kejar Satpol PP.
"Kalau benar diperbolehkan, jadi kami bisa leluasa, tidak takut dirazia, tidak takut disita lagi," kata Mastirung.
Ingin Anies Tak Ingkar JanjiSenada dengan Mastirung, pengayuh becak lainnya yang biasa mangkal di depan Pasar Tanah Tinggi bernama Warjo (62) berpendapat sama. Ia berharap Anies tak sekadar
lip service dan cepat merealisasi rencana yang dijanjikan itu.
"Saya maunya itu ditepati saja, jangan kalau sudah ramai-ramai begini (rencana kebijakan becak) malah enggak jadi," ujar Warjo.
 Warjo, pengayuh becak Tanah Tinggi berharap Anies Baswedan menetapi janji manisnya menghidupkan kembali tranportasi becak di Jakarta. (CNN Indonesia/Ramadhan Rizki Saputra). |
Pria asal Tegal itu sudah berprofesi menjadi tukang becak sejak tahun 1982. Saat itu becak yang beroperasi di Jakarta masih banyak dan bebas beroperasi di jalan raya.
"Sekarang mah boro-boro. Kita naro becak saja di halaman rumah bisa ditarik sama kantib (Satpol PP)," ujarnya.
Warjo bercerita, Satpol PP di wilayah Tanah Abang memang sangat reaktif terhadap para pengemudi becak sejak dulu. Hampir dua kali dalam sepekan Satpol PP melakukan razia becak di sekitar Tanah Tinggi.
Becak milik Warjo pernah sekali dirazia Satpol PP saat sedang menunggu penumpang. Ia terpaksa membeli becak bekas agar tetap bisa beroperasi mencari nafkah di daerah tersebut.
"Saya biasanya kabur. Cuma kali itu razia dadakan pas mengkal saja, ditarik (Satpol PP) deh itu, ya beli lagi," ujarnya.
Lepas dari itu semua, Warjo menilai becak masih dibutuhkan oleh masyarakat Jakarta sebagai moda transportasi. Sebab banyak ibu-ibu dan anak sekolah yang menggunakan jasa becak sebagai sarana transportasi setiap hari.
"Buktinya ibu-ibu ke pasar banyak yang minat, anak sekolah juga yang minat masih banyak, jadi dipertahankan becak ini seharusnya," ungkap Warjo.
Warjo pun berharap pihak Pemprov DKI Jakarta mau mengembalikan becak sebagai moda transportasi di Ibu Kota karena merupakan kendaraan yang ramah lingkungan. Jika rencana itu diwujudkan, maka para pengayuh becak tak lagi takut dirazia Satpol PP yang kerap jadi momok.
"Ini bagus buat lingkungan, tidak keluar asap (polusi). Terus biar Satpol PP enggak ngejar-ngejar kami lagi," ujar Warjo.
[Gambas:Youtube] (osc/gil)