Jakarta, CNN Indonesia -- Mendiang mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (1978-1983) Daoed Joesoef disebut sebagai sosok yang konsisten dengan keyakinannya alias keras kepala. Ia pergi ketika orang-orang terdekatnya sudah mengucapkan kata 'ikhlas', Selasa (24/1) malam.
Bambang Pharmasetiawan, menantu almarhum, mengatakan, Daoed di mata keluarga adalah sosok yang tak tergoyahkan keyakinannnya.
Wujudnya bisa dilihat dalam hal konsistensi Daoed di dunia pendidikan dan kebudayaan. Tak hanya itu, dia juga keras kepala dalam hal kesehatan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejak 1999, Bambang melanjutkan, Daoed menderita penyakit jantung. Pada usia ke-73, jantung Daoed dipasangi ring. Namun, ia tetap berkarya di bidang pendidikan.
"Setelah itu, (Daoed) malah semakin produktif. Beliau menulis macam-macam buku," kata Bambang, saat ditemui di rumah duka, di Jalan Bangka VII Dalam Nomor 14, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, Rabu (24/1).
Karya monumental Daoed yang membekas di benak Bambang adalah
Emak (2003) dan
Rekam Jejak Anak Tiga Zaman (2017). Kedua buku ini, lanjutnya, mencerminkan konsistensi Daoed di bidang pendidikan.
Buku
Emak merupakan kumpulan tulisan setebal 408 halaman tentang ibundanya, Siti Jasiah. Sang
Emak diketahui buta huruf latin, meski bisa membaca huruf Arab. Meski buta huruf, sang ibunda dengan segala upayanya berhasil membesarkan Daoed menjadi 'orang'.
Sementara, buku
Rekam Jejak Anak Tiga Zaman adalah tulisan biografi tentang perjalanan hidupnya.
Setelah meluncurkan buku terakhirnya, suami dari Sri Soelastri itu mulai sakit-sakitan. Meski kondisinya makin lemah, ia bersikeras tak mau dibawa ke rumah sakit.
"Sangat konsisten dan terkadang keras kepala. Sulit sekali saya mengajak ke rumah sakit," ungkapnya.
Setelah dibujuk oleh semua keluarga dengan ragam cara, akhirnya Daoed, yang juga adalah ayah dari Sri Sulaksmi Damayanti, masuk ke Rumah Sakit Medistra, Jakarta, Sabtu (20/1). Namun kondisinya tak kunjung membaik.
Hingga kemudian pada Selasa (23/1) malam, Bambang berpesan kepada anak laki-lakinya untuk berbisik sesuatu kepada Daoed yang tengah terbaring.
"Tolong bisikkan, 'kita semua sudah ikhlas'. Tidak berapa lama beliau (Daoed) sudah tiada," tuturnya. Daoed pun meninggal di usia 91 tahun.
Bambang mengatakan, almarhum akan disemayamkan di rumah duka hingga Rabu (24/1) siang. Setelah Salat Zuhur, jenazah akan disalatkan dan langsung dimakamkan di pemakaman Giri Tama, Bogor.
Di lokasi itu, kata Bambang, Daoed sudah memesan tanah kubur sejak beberapa tahun lalu untuk dirinya, istri, dan mertua perempuan.
(arh/gil)