ANALISIS

Blunder Tjahjo Kumolo dan Kegaduhan Baru di Tahun Politik

Feri Agus | CNN Indonesia
Sabtu, 27 Jan 2018 15:52 WIB
Dua jenderal Polri diusulkan Mendagri menjadi Plt Gubernur Jabar dan Sumut menuai polemik. Usulan itu dinilai bermuatan politis jelang Pilkada serentak 2018.
Usulan Mendagri Tjahjo Kumolo agar dua jenderal Polri menjadi Plt Gubernur Jabar dan Sumut menuai polemik. Usulan itu dinilai bermuatan politis jelang Pilkada serentak 2018. (CNN Indonesia/Feri Agus Setyawan).
Jakarta, CNN Indonesia -- Nada sumbang mengiringi keputusan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengusulkan dua jenderal Polri aktif untuk menjadi Pelaksana Tugas (Plt) atau penjabat (Pj) Gubernur Jawa Barat dan Sumatra Utara. Usulan itu dinilai sebuah blunder dan bermuatan politis jelang gelaran Pilkada serentak 2018, khususnya Pilgub Jabar dan Pilgub Sumut.

Masa jabatan gubernur dan wakil gubernur Jawa Barat dan Sumatera Utara itu habis sebelum terpilihnya pemimpin baru.

Kedua daerah itu masuk dalam 17 provinsi yang melaksanakan Pilkada serentak 2018. Masa jabatan gubernur dan wakil gubernur di Jabar habis pada 13 Juni, sementara di Sumut habis pada 17 Juni 2018.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dua jenderal yang diusulkan Tjahjo ke Presiden Joko Widodo adalah Asisten Kapolri bidang Operasi (Asops) Irjen Mochamad Iriawan dan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri Irjen Martuani Sormin.

Iriawan diplot sebagai Plt Gubernur Jabar, sementara Sormin menjadi Plt Gubernur Sumut. Keduanya masih aktif sebagai perwira tinggi Korps Bhayangkara.


Pengamat politik dari Universitas Padjadjaran Idil Akbar mengatakan, Tjahjo mengambil langkah blunder dengan mengusulkan dua nama anggota Polri untuk menjadi Plt Gubernur. Idil menilai keputusan Tjahjo sangat kental bermuatan politis.

Tjahjo merupakan salah satu menteri dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Dia mantan Sekretaris Jenderal partai besutan Megawati Soekarnoputri.

Saat ini, PDIP memiliki calon yang diusung pada Pilkada Jabar, yaitu Wakil Ketua Komisi I DPR TB Hasanuddin dan Irjen Anton Charliyan. TB merupakan Ketua DPD PDIP Jawa Barat, sementara Anton pernah menjabat Kapolda Jabar.

"Saya kira itu menjadi berpolemik tentu saja, karena bagaimana pun, kita tahu dalam kondisi Jawa Barat misalnya, ada satu yang mantan Kapolda yang diusung oleh PDIP dan satu partai dengan Mendagri," kata Idil saat berbincang dengan CNNIndonesia.com, Sabtu (27/1).

Sedangkan untuk Sumut, PDIP juga memiliki pasangan calon kepala daerah yang diusung, yaitu Djarot Saiful Hidayat dan Sihar Sitorus. Jenderal Polri yang diplot di sana, Sormin kelahiran Tapanuli Utara, Sumut.

Idil melanjutkan, keputusan Tjahjo mengusulkan dua jenderal Polri sebagai Plt Gubernur tak terelakan lagi untuk 'mengamankan' pemenangan di Pilkada Jabar dan Sumut. Sehingga, kata Idil, alasan menjaga netralitas dan kerawanan wilayah tersebut terbantahkan.

"Kalau kemudian disebut untuk mengamankan dan menjaga netralitas, saya kira di situ (penunjukkan jenderal Polri) sendiri sudah tidak netral," ujarnya.


"Betul polisi tidak memiliki hak pilih, tapi dalam posisinya sebagai penjabat gubernur, dia memiliki akses atas sumber daya, terhadap kebijakan, terhadap para aparatur," kata Idil mengingatkan.

Idil menilai, keputusan Tjahjo ini akan menimbulkan kegaduhan baru dalam gelaran Pilkada serentak 2018. Menurut Idil, Tjahjo mesti menarik keputusannya mengusulkan dua jenderal Polri menjadi Plt Gubernur.

"Kalau masih tetap merealisasikan seperti itu, saya khawatirnya adalah kita tahu Pilkada sendiri sudah gaduh, ditambah dengan ini makin tambah gaduh," kata dia.
Blunder Tjahjo Kumolo dan Kegaduhan Baru di Tahun PolitikWaktemu Gerindra, Arief Poyuono mengaku tak khawatir dengan usulan itu meski bermuatan politis. Dia menilai rakyat sudah cerdas dalam memilih. (CNN Indonesia/Galih Gumelar).
Rakyat Cerdas

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Arief Poyuono tak heran dengan keputusan Tjahjo mengusulkan dua jenderal Polri menjadi Pj Gubernur. Menurut dia, sekalipun Tjahjo ingin mengangkat anggota satuan polisi pamong praja juga tak masalah, lantaran itu hak pemerintah hari ini.

"Kalau mau menempatkan anggota pamong praja juga enggak apa-apa kok, itu enggak masalah," kata dia kepada CNNIndonesia.com lewat pesan singkat.

Arief menyatakan, pihaknya tak khawatir sekalipun penunjukkan Iriawan dan Sormin untuk memenangkan pasangan yang diusung PDIP.

Dia percaya, masyarakat sudah cerdas dan bisa menilai calon pasangan kepala daerah yang bertarung di Pilkada Jabar dan Sumut.

"Masyarakat sudah cerdas dan sudah bisa menilai masing-masing Pasangan Kepala Daerah yang akan berlaga di Jawa Barat dan Sumatera Utara," ujarnya.

Menurut Arief, alasan Tjahjo menunjuk dua jenderal Polri karena kerawanan di dua wilayah tersebut juga mengada-ada. Arief menilai tak akan jadi kerusuhan dalam pesta demokrasi lima tahunan di dua wilayah tersebut.

"Padahal sih enggak bakal rusuh, sebab masyarakat Jabar dan Sumut sudah cerdas, dan hidupnya juga pada rukun dan damai," ujarnya.


Politikus PDIP Eva Sundari mengatakan, keputusan Tjahjo mengangkat dua jenderal Polri hanya soal teknis, mengingat pemerintah kekurangan PNS yang masuk kualifikasi aparatur sipil negara untuk jabatan Plt Gubernur.

"Ini soal teknis, kita kekurangan PNS yang masuk kualifikasi ASN untuk jabatan sesuai kebutuhan Plt gubernur," tutur Eva kepada CNNIndonesia.com.

Anggota DPR dari Fraksi PDIP itu berpendapat, seharusnya jangan PNS dari Polri saja yang diangkat menjadi Plt Gubernur melainkan dari PNS yang duduk di sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ataupun petinggi di perusahaan swasta.

"Tinggal perlu bikin SOP untuk eksekusi tersebut," kata Eva.

[Gambas:Video CNN] (osc)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER