Kemendagri Ungkap Perbedaan Plt Gubernur dari Polri dan Sipil

RZR | CNN Indonesia
Sabtu, 27 Jan 2018 05:52 WIB
Bagi Kemendagri, Plt Gubernur dari kepolisian akan memudahkan koordinasi dengan TNI dan Polri jika sewaktu-waktu dibutuhkan pengerahan pasukan.
Keinginan Mendagri Tjahjo Kumolo menunjuk Irjen Moch Iriawan menjadi Plt Gubernur Jawa Barat, salah satunya untuk memudahkan koordinasi keamanan dengan TNI dan Polri. (CNN Indonesia/Hesti Rika Pratiwi)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Arief M Edie menyebut rencana menunjuk jenderal polisi menjabat Plt Gubernur Jawa Barat dan Sumatera Utara merupakan usulan Mendagri Tjahjo Kumolo.

Kata Arief, tujuannya untuk mempermudah koordinasi antara Plt Gubernur dengan aparat keamanan dari polisi dan TNI untuk mengerahkan pasukan menjaga keamanan wilayah.

"Koordinasi lebih cepat. TNI dan Polri lebih leluasa menjaga keamanan. Supaya tidak jadi bentrokan," kata Arief kepada wartawan di kantornya, Jalan Merdeka Utara, Jumat (26/1).

Dua perwira tinggi yang rencananya diplot sebagai Plt Gubernur adalah Asisten Kapolri bidang Operasi (Asops) Inspektur Jenderal Mochamad Iriawan sebagai Plt Gubernur Jawa Barat serta Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri Irjen Martuani Sormin menjadi Plt Gubernur Sumatera Utara.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Arief melanjutkan, kondisinya akan berbeda jika Plt Gubernur berasal dari kalangan sipil. Menurut dia, kalangan sipil dikhawatirkan akan mengalami kesulitan berkoordinasi dengan aparat keamanan jika dibutuhkan sewaktu-waktu.

"Sipil juga bisa berkomunikasi, tapi menggerakkan pasukan susah. Jadi kalau ada gesekan sedikit, kalau itu tidak dikomunikasikan dengan baik, instansi keamanan akan susah," ujar Arief.

Kemendagri sebelumnya telah memaparkan alasan mengusulkan dua jenderal polisi sebagai Plt Gubernur di Jawa Barat dan Sumatera Utara. Usulan itu salah satunya berdasarkan pertimbangan stabilitas dan gelagat kerawanan.

Arief menuturkan, Kemendagri mengidentifikasi kerawanan di Jawa Barat dan Sumatera Utara berasal dari gejolak antar partai politik maupun gejolak di dalam masyarakat.

"Kerawanan dari macam-macam, dari politik ada, sektor masyarakat ada, atau sektor kondisi yang lain. Sebetulnya (Sumut dan Jabar) masuk dalam kerawanan sedang, karena konfliknya," ucap Arief.

Potensi kerawanan di Jawa Barat dan Sumatera Utara selama Pilkada serentak 2018 juga telah dipaparkan oleh Polri, beberapa waktu lalu.

Kadiv Humas Polri Irjen Setyo Wasisto mengatakan Jawa Barat dan Sumatera Utara, bersama provinsi Sulawesi Selatan, Papua, dan Jawa Timur ditetapkan sebagai lima wilayah padat penduduk yang masuk kategori rawan konflik selama Pilkada serentak 2018.

"Pilkada 2018 berlangsung di daerah yang boleh dikatakan daerah-daerah gemuk. Daerah gemuk ini artinya potensi kerawanannya tinggi," kata Setyo di bilangan Jakarta Selatan, Senin (27/11).

Kepolisian dari tingkat pusat hingga satuan wilayah terus mempelajari potensi kerawanan yang dapat terjadi selama penyelenggaran Pilkada Serentak 2018.

Menurut Setyo, faktor agama menjadi faktor dominan yang dapat menimbulkan konflik dibandingkan kesukuan atau faktor lain. Selain itu, perpindahan partai politik para calon atau pasangan calon juga diperkirakan akan menimbulkan gesekan di masyarakat. (wis)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER