Jakarta, CNN Indonesia -- Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai, perkembangan partai politik jalan di tempat selama reformasi yang sebentar lagi berusia 20 tahun. ICW menilai, sejak reformasi, ada perbaikan di berbagai lini termasuk sistem pemilihan umum, namun sepertinya lupa membenahi partai politik.
"Modernisasi pemilu berjalan baik, tapi kita lupa bagaimana memastikan partai politik baik secara organisasi dan tata kelola," kata Peneliti ICW Donald Fariz di Jakarta, Kamis (8/2).
Donald mencontohkan ketidakjelasan mekanisme pengusungan calon oleh partai politik. Menurut dia, tidak ada indikator jelas dan transparan mengapa suatu partai politik mengusung pasangan calon, apakah berdasarkan elektabilitasyang tinggi atau calon yang bersangkutan tercatat sebagai kader partai.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam Pilkada Jabar, misalnya, PDIP mengusung Tubagus Hasanudin-Anton Charliyan, sedangkan Gerindra mengusung Sudrajat-Ahmad Syaikhu. Dua pasangan tersebut elektabilitasnya tak sampai dua digit.
Lalu ada pengusungan calon yang bukan dari kader partai. Seperti Edy Rahmayadi yang diusung PKS, Gerindra, PAN, Golkar, dan Nasdem di Sumatera Utara.
"Apa dasar mengusung pasangan calon? Bicara elektabilitas, enggak, kader partai juga enggak," ucapnya.
Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris mengatakan, kegagalan membenahi partai tak lepas dari budaya politik oligarkis di dalam partai.
Dalam budaya oligarkis, kebijakan partai hanya diputuskan oleh segelintir elite politik. Akibatnya, kata Haris, bagaimana dan apa alasan memutuskan kebijakan tidak bisa diketahui secara transparan, terutama orang awam.
"Suasana dalam parpol sangat oligarkis. Penentuan siapa yang menjadi calon, bukan di level provinsi, tapi ditentukan di Jakarta," tutur Haris.
Kondisi tersebut, menurut Haris, tidak sejalan dengan semangat memperbaiki sistem demokrasi Indonesia. Masyarakat sebagai pemilih tak lebih dari sekadar angka-angka elektoral semata bagi partai.
"Ini bertolak belakang dari reformasi bangsa kita ke desentralisasi. Parpol justru tidak jalan, kekuasaan bertumpuk ke tingkat pusat," ujarnya.
(osc/wis)