Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNNIndonesia.com
Jakarta, CNN Indonesia -- 14 Januari 2016.
Lelaki berkaos hitam bertopi, bercelana jins dan memanggul ransel, menodongkan pistol yang digenggamannya ke segala arah. Dengan wajah ia buat-buat sangar plus bengis, seperti yang diperlihatkan oleh sebuah foto jepretan jurnalis foto Xinhua -agensi berita asal Tiongkok, sang "Koboi" menebar ketakukan berselang tak lama setelah bom meledak di jalanan utama ibu kota yang hanya berjarak beberapa kilometer dari istana negara.
Sontak massa yang semula menyemut untuk melihat akibat dari insiden bom yang meledak, bercerai lintang pukang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lelaki koboi itu akhirnya diketahui bernama Sunakim alias Afif. Seorang bekas pesakitan yang divonis bersalah lantaran terlibat aktif dalam pelatihan militer gelap di Pegunungan Jalin Jantho, Nangro Aceh Darussalam. Serangan yang ia dan kelompoknya lakukan itu dikenal kemudian dengan Serangan Teror di Kawasan Thamrin. Sebuah serangan teror kota yang berakibat fatal.
Tapi tulisan ini bukan soal Sunakim alias Afif.
Melainkan ihwal Aman Abdurrahman alias Oman, lelaki 46 tahun, kelahiran Sumedang 5 Januari 1972, yang disangkut pautkan dengan aksi teror berdarah di kawasan Thamrin dua tahun lalu.
Ya, Aman diduga menjadi otak penggerak serangan brutal itu. Kamis ini -sesuai jadwal jika tak ada sesuatu yang kemudian mengganjal- jaksa akan membacakan dakwaannya.
Ini adalah dakwaan baru buat Aman, lelaki yang kerap disebut bersentuhan dengan perencanaan banyak kejadian teror di Indonesia.
Berdasarkan catatan, sidang pembacaan hari ini adalah kali ketiga bagi Aman mendengarkan dakwaan jaksa yang dipersangkakan terhadapnya. Sebelumnya, Sarjana dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab itu pertama kali dipenjara pada 2005. Kala itu ia divonis penjara selama tujuh tahun akibat kepemilikan bahan peledak yang ia simpan dan meledak di rumahnya di kawasan Cimanggis, Depok, Jawa Barat.
Kali Kedua, Aman dijatuhi vonis hukuman sembilan tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Senin 20 Desember 2010. Kala itu, dia dinyatakan terbukti terlibat dalam penyokongan pelatihan gelap secara militer di Pegunungan Jalin Jantho Aceh -tempat di mana Sunakim juga terlibat.
Aman terbukti memberikan dana sebesar Rp20 juta dan $100 dalam pelatihan itu.
Jejak Aman dalam aksi teror memang menjengkelkan. Dua kali dibui, tapi masih saja berhubungan dengan tindak pidana yang sama. Banyak bukti mencatat bahwa tak lama ia bebas bersyarat dari hukuman pertamanya pada 2008 lantaran bom Cimanggis, Aman lantas terlibat lagi dengan penyokongan pelatihan teror pada 2010.
Kali ini keterlibatannya --jika terbukti-- bahkan ia lakukan saat masih berada di dalam tahanan.
Apa dugaan bukti yang melibatkan Aman dengan serangan teror Thamrin?
Perkenalannya dengan sang Koboi Thamrin, Sunakim alias Afif, adalah kuncinya. Berdasarkan kesaksian seorang bekas narapidana kepada media juga pengakuannya terakhir kepada kepolisian, benar adanya perkenalan keduanya terjadi di dalam penjara Cipinang. Saat keduanya dinyatakan bersalah atas penyelenggaraan pelatihan teror di Aceh. Bahkan lebih intim lagi, kesaksian dari rekan sesama pesakitan kala itu menyebutkan jika Sunakim alias Afif merupakan tukang urut jika Aman tak enak badan.
Persentuhan itu rupanya tak menjadi satu-satunya. Berdasarkan informasi yang diperoleh, ada kesempatan ketika Sunakim sempat menjenguk Aman yang dipindahkan dari Cipinang ke Nusakambangan -pada 2013- usai Sunakim bebas dari hukuman.
Apakah ada kemudian perencanaan berbagai aksi di dalam pertemuan mereka? Persidangan pasti akan berupaya keras membuktikan.
Dugaan ketiga keterlibatan Aman gara-gara buku. Atau lebih tepatnya buku ia tulis yang kemudian diunggah ke internet dan menyebar ke banyak pihak dan dianggap menjadi inspirasi banyak pemuda untuk melakukan aksi teror. Berbagai kesaksian menenarangkan bahwa Aman merupakan agigator yang super hebat.
Namun yang jadi pertanyaan, bagaimana mungkin ia bisa mengagitasi barisan teror ketika kebebasannya sendiri dibatasi? Lewat kesempatan jenguk mungkin terlalu singkat, melalui ponsel yang diselundupkan pun bisa jadi terbatas, tapi penyelundupan berkas-berkas yang kemudian Aman tafsirkan mandiri dan diselundupkan kembali untuk lantas disebarkan lewat internet, itu bisa jadi kemungkinan terbesar yang mengaitkannya dengan banyak aksi teror, termasuk Teror Thamrin.
Hari ini, 15 Februari 2018, jika tak ada halangan akan dibacakan dakwaan ketiga untuk Aman. Lelaki yang berkali-kali membuat negeri ini tak merasa aman.
(vws)