Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Muhammad Romahurmuziy menduga ada orang kuat yang mendesain penyerangan terhadap ulama dan tokoh agama yang marak terjadi beberapa waktu terakhir.
Menurut Romi, sapaan karibnya, dugaan itu muncul berdasarkan hasil penelusuran tim pencari fakta yang dibentuk pihaknya ketika berkomunikasi dengan orang-orang di sekitar lokasi kejadian.
"Menunjukan bahwa ada dugaan bekas-bekas orang kuat di republik ini yang melakukan itu secara sistematis," kata Romi di Kantor Redaksi CNNIndonesia.com, Kamis (22/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tujuannya, kata Romi, untuk memberikan persepsi kepada publik bahwa pemerintah tidak memiliki kecakapan dalam menangani persoalan keamanan, sekaligus dibutuhkan pemimpin yang tegas dan kuat.
"Karena itu dibutuhkan pemerintahan yang memiliki kemampuan kemanan yang kuat, ketegasan," ujarnya.
Meski demikian, Romi enggan membenarkan bahwa penyerangan itu dilakukan oleh eks orang kuat yang memiliki latar belakang militer. Ia hanya menyebut bahwa ada dua kelompok yang mampu melakukan desain semacam ini.
"Tetapi saya kira ada
interest group, ada kelompok yang sangat-sangat terbatas di republik ini, yang mungkin hanya satu dua kelompok saja di republik ini yang memiliki kemampuan bekerja secara sistematis," ujarnya.
 Mantan Kepala Badan Intelijen Negara Sutiyoso, di Jkaarta, 2017. Ia menduga bahwa ada operator yang mendalangi aksi kekerasan terhadap tokoh agama. (Foto: CNN Indonesia/Christie Stefanie) |
Pola semacam ini disebutnya mirip dengan rentetan kejadian yang menimpa pemuka agama jelang kejatuhan Orde Baru.
"Kita menduga pola ini sama dengan pola ketika menjelang Soeharto jatuh pada 1996, dimana banyak kiai NU di tingkat paling bawah, ustad-ustad langgar, ustad-ustad musala yang dituduh sebagai dukun santet dan dibunuh," papar dia.
Berdasarkan catatannya, sedikitnya telah terjadi 20 penyerangan terhadap ulama dan 15 pelaku diantaranya diidentifikasi sebagai orang gila. Tindakan itu dianggap dilakukan secara sistematis oleh kekuatan tersebut.
Menurut Romi, penyerangan terhadap ulama dan tokoh agama tidak mungkin dilakukan oleh pemerintahan yang berkuasa. Pemerintah, kata dia, akan merugi jika melakukan hal itu.
Lagi pula, pemerintah saat ini diklaim tidak dapat melakukan penyerangan yang dilakukan secara sistematis tersebut.
Sebelumnya, rentetan aksi penyerangan terhadap pemuka agama terjadi sejak akhir Januari lalu.
Aksi pertama terjadi di Pondok Pesantren Al Hidayah Cicalengka, Kabupaten Bandung. Pimpinan Ponpes KH Umar Basri dianiaya usai melaksanakan Salat Subuh, pada 27 Januari lalu.
Kemudian penyerangan terjadi terhadap pengurus Persis Ustaz Prawoto pada 1 Februari 2018. Lalu, pada Minggu (11/2), penyerangan terjadi di Gereja Santa Lidwina Bedog, Sleman, Yogyakarta.
Kabareskrim Polri Komjen Ari Dono mengungkapkan, ada 21 peristiwa teror penganiayaan terhadap pemuka agama yang terjadi di enam provinsi, yakni Aceh, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Jawa Timur.
Menurutnya, jumlah peristiwa terbanyak terjadi di Jawa Barat dengan total 13 peristiwa dan Jawa Timur dengan total empat peristiwa.
(arh/gil)