Jakarta, CNN Indonesia -- Anggota Fraksi sekaligus Sekretaris Jenderal PPP Arsul Sani mengakui ada beberapa pasal yang kontroversial dalam UU MD3. Pasal-pasal tersebut rawan digugat dan dibatalkan.
Dia mencontohkan pasal 122 a tentang penghinaan terhadap parlemen atau contempt of parliament, yang mengatur bahwa Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) bisa mengambil langkah hukum atau langkah lain terhadap pihak yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR.
Menurutnya, kata 'merendahkan' itu perlu penjelasan lebih lanjut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, pasal penambahan kursi pimpinan MPR. Dalam hal ini, DPD tidak dilibatkan dalam keputusannya. Padahal, ada unsur DPD di dalam MPR.
"Saya mengingatkan bahwa itu pasti kalau diuji materi kemungkinan besar dibatalkannya itu sangat terbuka," ucap Arsul di Jakarta, Sabtu (17/2).
Arsul juga memberi catatan terhadap pasal 73 tentang pemanggilan paksa. Dia mengakui ada ketentuan yang tergolong berlebihan yang menyebut polisi bisa menyandera selama 30 hari selama menjalankan panggilan paksa yang diminta oleh parlemen.
"Kami (F-PPP) ingin kalau orangnya sudah dipaksa memberi keterangan, ya sudah, jangan ada penyanderaan," ucap Arsul.
Arsul pun mempersilakan masyarakat untuk mengkritik DPR. Hanya saja, ia berharap kritik tidak memuat unsur penghinaan.
"Kami dikritik keras-keras saja masih kadang tertidur, apalagi kalau enggak dikritik," ucap dia.
Fraksi PPP dan Fraksi Partai NasDem adalah dua partai yang memutuskan
walk out ketika dalam pengesahan UU MD3 dalam rapat paripurna DPR pada Senin (12/2) lalu. Mereka sepakat bahwa pengesahan terlalu terburu-buru dan melanggar konstitusi.
(arh/wis)