Jakarta, CNN Indonesia -- Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) telah melaporkan peristiwa pertemuan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dengan Presiden Joko Widodo ke Ombudsman. Dalam pelaporan tersebut, ACTA hanya menyertakan pemberitaan media online sebagai bukti.
"Hanya dari statement PSI yang ada di media. Untuk saat ini satu (bukti berita). Kalaupun nanti ada video rekaman nambah, kami usulkan," kata Wakil Ketua ACTA Ali Lubis di Kantor Ombudsman, Jakarta, Senin (5/3).
Ali mengatakan ACTA tak melaporkan subjek atau individu, dalam hal ini PSI dan Jokowi, melainkan peristiwa pertemuan dua pihak di Istana.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi peristiwanya yang kami laporkan, bukan terhadap presiden atau parpol. Tapi karena terjadi di wilayah Istana Negara," kata dia.
ACTA melaporkan pertemuan tersebut karena menilai Presiden dan partai menggunakan fasilitas negara untuk keperluan kelompok. Padahal harusnya istana negara digunakan untuk kepentingan orang banyak.
"Terkait membahas bangsa Indonesia solusinya bagaimana. Jadi bukan sekelompok orang seperti ini, diakui pemenangan Pilpres kan tidak boleh. Kok istana negara dibuat untuk hal seperti ini," jelas dia.
Ombudsman menerima laporan dari ACTA terkait peristiwa itu. Namun dalam penerimaan Ombudsman ada catatan khusus bagi ACTA yang harus dilengkapi.
"Kami diminta untuk sedikit menceritakan kronologi via email. Tapi status laporan kami diterima ada cap basah," kata Ali.
Ali menegaskan tak ada maksud tendensius dalam melaporkan PSI ke Ombudsman. ACTA, lanjut Ali, juga akan melaporkan partai yang berbicara soal pilpres di Istana Negara.
"Ini kan dia (PSI) blowup dengan sendirinya. Misalnya waktu 90 menit terkait pemenangan Pilpres. Harusnya tidak dijabarkan dan tidak diblow," tegas Ali.
Komisioner Ombudsman Alvin Lie mengatakan bakal menerima apapun itu laporan yang diadukan ACTA. Setelahnya tim dari Ombudsman akan melakukan verifikasi terhadap laporan tersebut.
"Setiap berhak melaporkan dugaan apakah nanti didukung bukti kemudian kami akan cek aspek peraturan perundangan berlaku apakah ranah ombudsman dan persyaratan formal serta substansi," terang Alvin kepada
CNNIndonesia.com.
Adapun persyaratan formal yang harus dipenuhi adalah seperti identitas pelapor atau korban dan bukti yang dimiliki pelapora atau tidak. Kemudian apakah pelaporan tersebut termasuk pelayanan publik atau tidak.
"Kalau tidak masuk pelayanan publik ya gugur. Secara substansi apaka sudah melapor dan kalau masuk peradilan juga bisa gugur dan enggak boleh lagi (ditindaklanjuti)," ujar dia.
(gil)